Jumat, 17 Mei 2013

BURSA EFEK MENURUT PANDANGAN ISLAM






Pengertian Bursa Efek 
Pemakaian istilah “bursa” untuk menunjukkan tempat atau transaksi yang berhubungan dengan surat-surat berharga, merujuk kepada julukan seorang pedagang Belgia yang bernama Vander Bourse. Definisi bursa secara umum yaitu tempat transaksi produk-produk surat berharga di bawah pembinaan dan pengawasan pemerintah (Hasibuan, 2013).
Secara definitif bursa saham atau bursa efek dapat dikatakan sebagai tempat diselenggarakannya kegiatan perdagangan efek pasar modal yang didirikan oleh suatu badan usaha (Anoraga dan Pakarti, 2001). Sedangkan yang dimaksud pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek (UU Pasar Modal No. 8 1995). Lebih umumnya pasar modal dikatakan sebagai sebuah tempat di mana modal diperdagangkan antara orang yang memiliki kelebihan modal dengan orang yang membutuhkan modal untuk investasi yang mereka butuhkan (Al Habshi, tt.). Pasar modal di Indonesia misalnya Bursa Efek Jakarta (BEJ), Bursa Efek Surabaya (BES) (Bahri, 201

 Macam – Macam Transaksi Bursa Efek
Transaksi burfa efek memiliki dua macam yaitu dari sisi waktu dan dari sisi objek.
·            Dari Sisi Waktunya
1.      Transaksi instan.
Yakni transaksi dimana dua pihak pelaku transaksi melakukan serah terima jual beli secara langsung atau paling lambat 2 kali 24 jam atau transaksi instan adalah serah terima barang sungguhan, bukan sekadar transaksi semu, atau bukan sekadar jual beli tanpa ada barang, atau bisa diartikan ada serah terima riil..
2.      Transaksi berjangka.
Yakni transaksi yang diputuskan setelah beberapa waktu kemudian yang ditentukan dan disepakati saat transaksi atau bisa juga transaksi berjangka pada umumnya bertujuan hanya semacam investasi terhadap berbagai jenis harga tanpa keinginan untuk melakukan jual beli secara riil, dimana jual beli ini pada umumnya hanya transaksi pada naik turun harga-harga itu saja.
Baik transaksi instan maupun transaksi berjangka terkadang menggunakan kertas-kertas berharga, terkadang menggunakan barang-barang dagangan.
·           Dari Sisi Objek
Dari sisi objeknya transaksi bursa efek ini terbagi menjadi dua:
1.      Transaksi yang menggunakan barang-barang komoditas (Bursa komoditas). Dalam bursa komoditas yang umumnya berasal dari hasil alam, barang-barang tersebut tidak hadir. Barter itu dilakukan dengan menggunakan barang contoh atau berdasarkan nama dari satu jenis komoditas yang disepakati dengan penyerahan tertunda
2.      Transaksi yang menggunakan kertas-kertas berharga (Bursa efek).
Bursa efek sendiri objeknya adalah saham dan giro. Kebanyakan transaksi bursa itu menggunakan kertas-kertas saham tersebut. Giro yang dimaksud di sini adalah cek yang berisi perjanjian dari pihak yang mengeluarkannya, yakni pihak bank atau perusahaan untuk orang yang membawanya agar ditukar dengan sejumlah uang yang ditentukan pada tanggal yang ditentukan pula dengan jaminan bunga tetap, namun tidak ada hubungannya sama sekali dengan pergulatan harga pasar. Sementara saham adalah jumlah satuan dari modal koperatif yang sama jumlahnya bisa diputar dengan berbagai cara berdagang, dan harganya bisa berubah-ubah sewaktu-waktu tergantung keuntungan dan kerugian atau kinerja perusahaan tersebut (Muhsinhar, 2013).

Fungsi Bursa Efek
Secara umum fungsi bursa saham bisa dibagi menjadi dua yaitu terhadap negara dan ekonomi.
·                              Peranan bursa saham kepada Negara yaitu:
-          Pasar modal yang menyediakan modal bagi pihak yang memerlukannnya dengan cara jual beli saham.
-          Menyediakan layanan dan informasi saham yang berkaitan dengan kerjasama kepada penanam modal. Disamping menciptakan rangsangan terhadap pasar saham dan obligasi dikalangan khusus dan umum.
·      Peranan bursa saham terhadap ekonomi yaitu:
-            Mengalokasikan dana dan menyalurkannya untuk proyek-proyek.
-            Mengupdate indeks tentang pergerakan harga, barang dan nilai sekaligus menggambarkan status ekonomi Negara.
-            Membantu peningkatan ekonomi dengan berbagai proyek pembangunan.
-            Wadah bagi negara untuk mencapai kestabilan nilai tukar mata uang dengan perdagangan saham dan obligasi sekuriti dalam peningkatan inflasi (Abdulbakri, 2013).

Peranan posistif dan negatif bursa efek
Perusahaan yang maju atau dengan kata lain go publik berarti perusahaan tersebut membuka diri bagi para pemegang saham dan masyarakat. Sehingga  masyararakat investor akan selalu mengikuti perkembangan dan menilai keberhasilan perusahaan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini karena kebijakannya selalu dinilai oleh para investor. Maka kalangan manajer akan senantiasa berusaha meningkatkan efisien dan efektifitasnya untuk mengelola perusahaan sehingga setiap perusahaan memiliki prospek yang baik berdasarkan penilaian akuntan publik, akuntan negara, serta bapendam. Tentunya para investor akan memiliki harga pasar bagi sahamnya yang lebih baik. Mereka yang memiliki perusahaan yang sangat sehat, mengharapkan agar pasarnya bertambah terus sesuai dengan penampilan perusahaan, sehingga akan diperoleh keuntungan kalau saham tersebut dijual. Keuntungan dari suatu investasi dalam saham akan mencakup pendapatan keuntungan berupa dividen dan tambahan pendapatan berupa selisih harga beli dengan harga jual saham yang dimiliki.
Adanya pengawasan yang ketat dimaksudkan agar tidak terjadi spekulasi yang berlebihan, yang dapat merugikan investor. Ketika masyarakat investor sudah semakin dewasa dengan tingkat pengetahuan mengenai pasar modal yang semakin matang, ketentuan mengenai batas fruktasi (naik turunnya) kurs saham sudah diperlonggar.
Seiring dengan upaya berbagai pihak dalam mengelola iklim saham dengan perwujudan bursa efek yang tertib dan sehat, bursa efek dalam perkembangannya ada masa boom (lonjakan pasar) dan ada pula masa lesu. Masa-masa lonjakan keberuntungan itu, ironisnya merupakan lahan yang menguntungkan bagi kaum investor pemilik kekayaan yang relative besar, dan belum dapat dinikmati oleh golongan investor kecil. Sebaliknya pada masa lesu, tidak sedikit diantara para investor kecil yang terpaksa menjual sahamnya karena perlu duit dengan resiko menderita kerugian.

Bursa efek dalam pandangan islam
Hukum Jual Beli Saham di Pasar Modal Menurut Hukum Ekonomi Islam
Menurut Hamda (2011), bahwa jual beli saham di pasar modal dapat dibenarkan oleh Islam karena sama halnya dengan jual beli barang lain. Harganya juga sewaktu-waktu naik dan sewaktu-waktu turun. Pemegang saham sama seperti orang menyipan emas (bukan untuk perhiasan) yang harganya ada kalanya naik dan ada kalanya turun. Adapun untuk mengetahui hukum jual beli saham di pasar modal menurut Islam akan diuraikan sebagai berikut:
1.             Transaksi Perdagangan Saham di Pasar Perdana
Pada transaksi ini yang menjadi para pihak adalah emiten dan investor. Harga saham yang ditetapkan oleh emiten dan penjamin emisi berdasarkan kepada seberapa besar kekuatan pasar menyerap saham yang ditawarkan. Semakin besar kekuatan pasar menyerap saham yang ditawarkan semakin banyak permintaan saham di pasar perdana, maka harga saham akan semakin tinggi. Bagaimanapun harga saham yang ditawarkan melebihi dari harga nominal yang tertera dalam lembaran saham. Selisih antara harga nominal dengan harga jual inilah yang kemudian disebut dengan agio.
Fakta dilapangan menunjukkan bahwa semakin tinggi agio maka semakin tinggi pula resiko yang ditanggung investor yang membelinya di pasar perdana. Namun disisi lain, dengan agio yang tinggi investor sebagai pemilik aka menikmati laba di kemudian hari. Agio yang diperoleh dari selisih harga jual dan harga beli di pasar perdana bukanlah termasuk riba, karena keuntungan yang diperoleh merupakan harga yang telah disepakati. Kekuatan harga tersebut ditentukan oleh kekuatan pasar. Oleh karena itu jika saham ditawarkan di pasar perdana maka saham dianggap sebagai barang (sil’ah). Harganya tidak tergantung dengan apa yang tertera dalam lembaran, tetapi sesuai dengan kesepakatan, sebab lembaran tersebut dianggap sebagai barang.
Dengan begitu, maka transaksi saham di pasar perdana boleh menurut Islam, sebab penentuan harganya dilakukan berdasarkan prinsip suka sama suka (antaradhin). Sedangkan agio saham itu sendiri dimanfaatkan untuk anggota perusahaan. Hal inipun sesuai dengan tujuan Islam yaitu kemaslahatan, sebagaimana pemahaman asy-Syatibi yang mendefinisikan maslahah secara luas, yaitu: Apa yang menopang tegaknya hidup dan sempurnanya kehidupan manusia, dan memenuhi apa yang menjadi tuntutan kualitas-kualitas emosional dan intelektual dalam pengertian yang luas. Sedangkan Wahbah az-Zuhaily mendefinisikan maslahah dengan mengklasifikasikannya pada:
1. Dilihat dari segi kekuatannya, yaitu:
a. ad- Daruriyat
b. al-Hajiyat
c. at-Tahsiniyat
2. Dari segi pertimbangan agama:
a.    Maslahah Mu’tabarah, yaitu yang diakui oleh agama dan yang terdapat dalam setiap ketetapa hukum, baik berupa perintah maupun larangan.
b.    Maslahah Mulghah, yaitu maslahah yang tidak diakui bahkan dibatalkan oleh agama.
c.    Maslahah Mursalah, yaitu maslahah yang tidak terdapat bukti tekstual yang mendukung atau menolaknya.
3. Dari segi cakupannya yaitu:
a.       Al-Maslahah al-Ammah, yaitu maslahah yang secara nyata untuk kepentingan kolektif bukan individual.
b.      Al-Maslahah al-Khashshah, yaitu maslahah yang menyangkut kepentingan individu maupun kelompok tertentu.
Berdasarkan uraian di atas, berarti agio saham merupakan keuntungan perusahaan yang dipergunakan untuk kepentingan investor, dalam hal ini dapat dikategorikan dalam maslahah ‘ammah., dimana agio ini bertujuan untuk meningkatkan kekayaan serta proporsional melalui cara-cara yang dihalalkan, bukan mendominasi kehidupan perekonomian denagn cara curang atau menipu.
2. Transaksi Saham di Pasar Sekunder
Perdagangan saham di pasar skunder dilaksanakan di Bursa Efek dengan mempertemukan penawaran jual dan permintaan beli. Aktivitas transaksi ini dilakukan oleh investor melalui pedagang perantara yang bertugas sebagai penghubung antara investor jual dengan investor beli. Harga tidak lagi ditentukan oleh penjamin emisi, tetapi berdasarkan teori penawaran dan permintaan, disamping itu juga oleh prospek perusahaan yang menerbitkan saham (emiten). Oleh karena itu wajar jika harga saham bisa lebih tinggi atau lebih rendah dari pada harga di pasar perdana.
Sangat jelas bahwa pasar modal (bursa efek) sarat dengan unsur spekulatif namun transaksi saham tidak sama dengan gambling (judi). Spekulasi yang terjadi di bursa efek di dasarkan pada data dan fakta atau semua keterangan tentang perudahaan, dan juga bergantung pada base fundamental dan teknikal. Investor di sini juga dapat menentukan harga jual yang diinginkan, sedangkan gambling tidak tidak ada keterangan dan informasi yang jelas, dan nilainya akan hilang apa bila merugi. Transaksi saham tidak demikian halnya. Sepanjang perusahaan tersebut masih punya nilai, kalau bangkrut maka perusahaan tersebut masih memperoleh penjualan aktiva.
Di samping unsur spekulasi, sebenarnya masih ada unsur-unsur lainnya yang membuat transaksi saham di pasar modal menjadi prokontra hukumnya.


Beberapa Pandangan Tentang Jual Beli Saham Menurut Islam
Ada beberapa aspek yang diperhatikan dalam bursa efek sebelum membahas hukum bursa menurut Islam. Ada tiga aspek yaitu instrumen yang diperdagangkan, mekanisme transaksi dan pelaku pasar.
1)             Instrumen yang diperdagangkan adalah efek dan obligasi. Dalam bahasa Inggris, Efek disebut security, yaitu surat berharga yang bernilai serta dapat diperdagangkan. Efek dapat dikategorikan sebagai hutang dan ekuitas sebagaimana obligasi dan saham. Efek terdiri dari surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, unit penyertaan kontrak investasi kolektif (seperti reksadana, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek). Sedangkan perusahaan ataupun lembaga yang mengeluarkan efek disebut Penerbit Efek. Kualifikasi dari suatu efek berbeda-beda tergantung dengan aturan di tiap Negara. Efek dapat berupa sertifikat atau berupa pencatatan elektronik yang bersifat:
a)      Sertifikat atas unjuk, di mana pemilik yang berhak atas efek tersebut adalah pemegang efek.
b)      Sertifikat atas nama, pemilik efek adalah pihak yang namanya tercantum pada daftar yang dipegang oleh penerbit atau biro pencatatan efek.
Semua bentuk efek dan obligasi yang diperjual belikan dalam pasar modal tidak terlepas dari dua hal, yaitu riba dan sekuritas yang tidak ditopang dengan uang kertas  atau fiat money dengan standar dan perak. Dengan begitu, nilai efek dan obligasi yang diperdagangkan pasti akan mengalami fluktuasi.
Dari aspek ini, efek dan obligasi hukumnya jelas haram dikarenakan faktor riba dan sekuritas yang haram. Dalil pengharaman efek adalah dalil pengharaman riba, sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Quran: “Allah telah menghalalkan jual-beli, dan mengharamkan riba.” (Q. S. al-Baqarah [02]:275).
2)             Mekanisme transaksi yang digunakan di bursa dan pasar modal adalah jual-beli saham, obligasi dan komoditi tanpa adanya syarat serah-terima komoditi yang bersangkutan. Bahkan bisa diperjual belikan berkali-kali, tanpa harus mengalihkan komoditi tersebut dari tangan pemilik yang asli. Sepanjang wacana ini sistem yang digunakan adalah sistem yang batil dan menimbulkan masalah, dimana naik dan turunnya transaksi terjadi tanpa proses serah terima. Dalam masalah ini bahkan  tanpa adanya komiditi yang bersangkutan. Bisa disimpulkan munculnya spekulasi dan goncangan pasar disebabkan jalur transaksi ini. Dalam kacamata Islam mekanisme seperti ini jelas melanggar ketentuan syariah,  bertolak dari ketiadaan serah-terima, dan kepemilikan barang  sebelum transaksi jual beli.
Keharusan nyatanya serah terima dalam Islam disampaikan langsung oleh Muhammad Saw. ketika Hakim bin Hazzam bertanya kepada beliau: “Ya Rasulullah, saya membeli beberapa barang. Mana yang halal dan haram bagi saya? Beliau pun menjawab: "Jika kamu membeli barang, maka janganlah kamu menjualnya sampai kamu melakukan serah terima.” (H. R. Ahmad dari Hakim bin Hazzam). Dalam Sabda lain Nabi Muhammad Saw. Juga menyatakan: “Fala tabi’hu hatta taqbidhahu” Perkataan ini menunjukkan bahwa sebelum terjadinya serah terima, maka transaksi jual-beli belum dianggap sah. Jika belum sah, berarti status kepemilikan barang yang dijual belikan juga belum sah. Konklusinya, jika barang tersebut dijual lagi berarti sama dengan menjual barang yang belum menjadi hak milik. Dalam konteks ini, terdapat hadis lain yang menyatakan: “Ya Rasulullah, ada seseorang meminta saya menjual sesuatu yang bukan menjadi milik saya, apakah boleh saya menjualnya kepada orang itu? Beliau menjawab: "Kamu tidak boleh menjual sesuatu yang bukan milikmu.” (H. R. Baihaqi dari Hakim bin Hazzam).
3)             Pelaku pasar. Pelaku pasar dalam dunia pasar modal bisa dipilah menjadi dua yaitu asing dan domestik. Hukum pelaku pasar domestik sama dengan pelaku pasar domestik di pasar lain, selain pasar modal. Meski khusus untuk pasar modal, statusnya berbeda, karena dua aspek di atas. Adapun untuk pelaku pasar asing, maka hukumnya bisa dikembalikan pada status kewarganegaraan masing-masing. Hukum masuknya mereka di pasar domestik kembali kepada status negara mereka. Jika negara mereka adalah negara Kafir Harbi, seperti Amerika, Inggris dan Israel, maka wajib dilarang masuk, dengan artian hukumnya haram. Namun, jika negara mereka adalah Kafir Mu’ahad, maka pelaku asing tersebut diperbolehkan memasuki pasar modal.
 Dalam Islam, dua orang atau lebih dibenarkan secara bersama-sama meleburkan hartanya ataupun tenaganya untuk mendirikan suatu badan usaha (perseroan). Dengan syarat salah satu pihak bertindak sebagai pencetus dan pihak lain sebagai penerima sehingga menyebabkan terjadi prosesi ijab kabul. Selain itu, yang menggerakkan dan menjalankan perseroan haruslah manusia. Dalam hal ini adalah para pendiri persero sedangkan untuk pengoperasian perseroan, bisa mempekerjakan dan menggaji orang-orang profesional pada manajemen puncak perusahaan dan karyawan biasa pada level bawah.
Dalam praktek lapangannya Perseroan Terbatas  (PT) tidak menggunakan konsep seperti wacana di atas. Para pendiri PT cukup menyetorkan modal kemudian disahkan dengan akte notaris, dan menjadi badan hukum bila sudah disahkan oleh Menteri Kehakiman. Selanjutnya kekuatan (suara) antar persero di dalam PT berdasarkan jumlah modal yang mereka tanamkan (maksudnya komposisi kepemilikan saham mereka masing-masing) sehingga untuk menentukan pucuk pimpinan dan manajemen perusahaan tergantung pada kekuatan masing-masing persero.
Dari ketiga aspek di atas bisa disimpulkan, bahwa pasar modal adalah sarana yang digunakan untuk memperjual belikan barang atau jasa yang haram. Atau bisa dikatakan dengan menggunakan mekanisme dan sistem yang diharamkan, dan didominasi oleh para pelaku asing yang nota bene tidak memihak pada kepentingan domestik. Dengan demikian hal ini berkaitan dengan kaidah usul fikih: “Sarana yang bisa mengantarkan pada keharaman, maka hukumnya juga haram.”
Khalid Abd Al-Rahman Ahmad dalam bukunya Al Tafhir Al Iqtishadi Fi Al Islam, tidak hanya menilai tentang bursa efek, tetapi lebih jauh ia menilai perusahaan perseroan (persekutuan antar pemegang saham) itu sendiri. Menurut pendapatnya perseroan yang modalnya diwujudkan dalam lembaran-lembaran saham adalah batal dan tidak dibenarkan oleh syariat, alasannya:
·      Perseroan itu tidak lagi didirikan atas dasar aktifitas anggota pemegang saham (mengolah dan memproduksi) untuk mengembangkan kekayaan dan sistem perekonomian sebagai yang dikenal Islam.
·      Tidak adanya batas waktu berakhirnya persekutuan pemilik saham, juga bertentangan dengan syariat Islam.
·      Terjadinya untung atau rugi tidak akan mempengaruhi besar kecilnya saham dalam perseroan.
·      Dalam perseroan, para komisaris dan anggota direksi (manajer) selaku pengelola perusahaan selalu memperoleh bagian laba. Ini haram hukumnya menurut Islam.
Mengenai penerbitan obligasi , pandangan yang senada dikemukakan oleh majelis fatwa Al Syariah Kuwait. Dalam fatwa dinyatakan bahwa apabila obligasi itu merupakan instrumen investasi (qiradh), maka menerbitkan atau memperdagangkannya dibursa efek hukumnya haram secara qath’i. karena hal tersebut jelas termasuk riba. Tentang saham apabila pemilikan saham itu dimasukkan sebagai penyertaan dalam persekutuan modal ini tidak mengapa. Tetapi apabila saham dijadikan sebagai instrument infestasi (qiradh) kemudian diperdagangkan di bursa, ini sudah termasuk haram.
Berbeda dengan kedua pandangan tersebut pendirian yang dikemukakan oleh Ali Abd Al Rasul, dosen dan doktor dalam bidang ilmu ekonomi Universitas Al Ahzar. Menurut pendapatnya bahwa kehadiran bursa saham serta obligasi adalah seiring dengan perkembangan perbankan, sebagai tuntutan yang dharuri dalam konteks sistem ekonomi dan politik. Kedua-duanya mubah hukumnya secara syar’i. Tiga aspek dalam menilai bursa efek yaitu :
1.        Kelembagaan Bursa Efek Dari sisi kelembagaan, bursa efek adalah merupakan sebuah lembaga baru yang tidak dikenal pada masa Rasulullah SAW dan bahkan pada masa keemasan pengembangan Fiqh Islam (Masa Imam Mazhab). Bursa efek adalah merupakan lembaga baru yang belum terumuskan sebelumnya dalam kitab-kitab fiqh klasik. Oleh karena itu maka dalam rangka untuk menentukan apakah lembaga bursa efek ini sesuai dengan hukum Islam ataukah tidak, maka cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengembalikannya kepada koridor Siyasah Syar’iyah (politik Islam) yaitu asas manfaat dan menolak kerusakan. Hal ini sesuai dengan Kaidah Fiqhiyah yang menyebutkan bahwa semua inti persoalan ataupun apa saja, adalah dikembalikan kepada Kaidah Fiqhiyah yang pokok yaitu Artinya : Menolak kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan. Selain itu, istilah bursa efek tidak ada satu teks ayat atau hadits pun yang melarang penggunaan bentuk-bentuk manajemen dan organisasi bursa efek. Tidak ada batasan atas hal tersebut kecuali batasan manfaat yang hendak dicapai dan kerusakan yang hendak dihindari. Oleh karena itu maka bursa efek tidak bertentangan dengan Siyasah Syar’iyah, sebab siyasah syar’iyah adalah suatu perbuatan dalam rangka lebih dekat pada kemaslahatan dan lebih jauh dari kerusakan walaupun tidak ditetapkan oleh Rasulullah SAW dan tidak diturunkan wahyu dalam hal itu
2.        Hakekat Surat-Surat Berharga Dari sisi surat-surat berharga adalah dokumen untuk menetapkan adanya hak kepemilikan dalam suatu proyek atau hutang atas hal itu. Transkasi dalam surat berharga tersebut bukan atas kertas itu sendiri melainkan atas hak-hak yang direpresentasikan oleh kertas-kertas tersebut. Surat berharga berdasarkan hal-hal yang direpresentasikan adakalanya berupa saham dan adakalanya berupa bonds (surat pengakuan hutang/obligasi). Masing-masing jenis surat berharga tersebut mempunyai pembagian yang bermacam-macam sesuai dengan sifat hak dan kewajiban yang dikandung oleh surat-surat tersebut. Dari sisi surat-surat berharga ini juga hampir sama dengan pembahasan tentang sisi kelembagaan tersebut di atas. Dari sisi ini juga tidak ada satu teks ayat atau hadits pun yang melarang tentang surat-surat berharga. Penulis beranggapan bahwa surat-surat berharga ini hanyalah sebagai pengganti dari nilai mata uang atau kepemilikan harta yang telah dituangkan dalam bentuk surat-surat berharga, sehingga dengan demikian maka hal ini hanyalah merupakan sesuatu yang sah-sah saja dan boleh-boleh saja dilakukan dalam bermuamalah dengan orang lain.
3.        Transaksi Saham perusahaan yang beroperasi dalam hal-hal yang halal dan baik, modalnya bersih dari riba dan penyucian harta kotor serta tidak memberikan salah satu pemegang sahamnya keistimewaan materi atas pemegang saham lainnya. Saham perusahaan yang seperti ini adalah boleh secara syar’i, bahkan sangat dianjurkan dan disenangi (sunnah), karena adanya manfaat yang diraih dan kerusakan yang bisa dihindari dengan saham tersebut. Perdagangan (jual-beli) saham-saham perusahaan tersebut, aktifitas mediator, publikasi saham dan pendaftarannya serta ikut memperoleh bagian dari keuntungannya, semua itu diperbolehkan. Apalagi semua aktifitas dan dana yang ditanamkan di sana adalah bersumber dari yang halal. Hukum transaksi Saham atau Surat-Surat Berharga sangat tergantung pada asal usul modal dan bergerak dalam bidang apa perusahaan tersebut. Apabila modalnya dari yang halal dan bergerak pada usaha yang halal, maka hukumnya halal. Apabila sebaliknya modal dan usahanya yang haram, maka hukumnya adalah haram.
Seandainya tiga aspek perdagangan di bursa terhindar dari transaksi yang menghasilkan riba, atau ketidakjelasan pihak transaksi serta halalnya instrumen yang digunakan, maka Islam akan ada dan selalu mendukung dikarenakan adanya  kemaslahatan. Sebagaimana bursa saham islami yang dirintis oleh beberapa negara Islam, dengan merangkak memulai dari nol mencoba untuk menghindari kemudaratan, riba serta ketidakjelasan. Kemampuan fikih Islam dalam menyelesaikan permasalahan kontemporer yang terjadi di tengah-tengah manusia menjadi bukti bahwa Islam adalah agama yang relevan di setiap tempat dan zaman. Semoga cita-cita agar Islam eksis secara syamil akan terwujud dengan tetap menjadikan Al-Quran dan As-Sunnah kembali menjadi pedoman hidup individu, keluarga, masyarakat dan negara.
Berkenaan dengan saham, ada beberapa pendapat para pakar ekonomi dan pembangunan, pengamat ekonomi, fuqaha, pendapat fuqaha moderat antara lain:
1. Dr. H. Ali Akbar
beliau mengemukakan bahwa sesungguhnya saham itu ada unsur judi, spekulasi, dan kehendak orang untuk cepat kaya. Dalam perdagangan saham ini akhirnya hanya menguntungkan satu pihak saja yaitu pihak perusahaan. (Editor, 25 November 1989).
2. KH. Ali Yafie
beliau berpendapat bahwa bursa saham itu HARAM mengandung spekulasi tinggi dan mirip dengan judi. (Panjimas, 1-10 Januari 1990).
3. H. Munawir Sadzali
beliau mengemukakan bahwa dalam bursa saham tidak terdapat unsur judi. Unsur spekulasi yang ada dalam saham sama dengan spekulasi yang ada dalam perdagangan lainnya.
4. Abdurrahman Isa
beliau mengemukakan bahwa jual beli saham itu hukumnya MUBAH sekalipun saham-saham perusahaan perbankan, sebab umat Islam sekarang ini dalam kondisi darurat.
5. Drs. Masjfuk Zuhdi
jual beli saham di bursa dibolehkan oleh Islam baik transaksinya dilakukan di bursa valuta asing maupun di tempat lain, karena transaksinya telah memenuhi syarat dan rukun jual beli menurut Islam, antara lain yag terpenting adalah sebagai berikut:
a. Ada Ijab-Qabul yang ditandai dengan cash dan carry.
b. Kedua belah pihak mempunyai wewenagn penuh melakukan tindakan-tindakan hukum (dewasa dan sehat pikirannya).
c. Valuta asing dan saham memenuhi syarat untuk menjadi obyek transaksi jual beli, yaitu:
- suci barangnya, bukan najis
- dapat dimanfaatkan
- dijual oleh pemiliknya/kuasa atas izin pemilik
- barangnya dapat diserahterimakan secara nyata
- dapat diketahui barangnya secara nyata.
- Barangnya sudah berada di tangan pemiliknya, jika barangnya diperoleh dengan imbalan.
Ada beberapa fuqaha kontemporer yang membolehkan jual beli saham. Muhammad Syaltut dalam bukunya al Fatawa menyatakan bahwa jual beli saham dalam Islam dibolehkan sebagai aqad mudharabah yang ikut menanggung untung dan rugi (profit and loss sharing). Sementara itu, Yusuf Qardawy menjelaskan bahwa menerbitkan saham, memiliki, dan memperjual belikan serta melakukan kegiatan bisnis saham adalah halal dan tidak dilarang oleh Islam selama perusahaan yang didukung oleh dana dari saham itu tidak
KH. Peunoh Dali (Ketua Majlis Tarjih Muhammadiyah Pusat) berpendapat bahwa Bursa efek memiliki unsur positif dan negatif. Negatifnya disana ada unsur spekulasi yang bisa disamakan dengan praktik ijon, dan termasuk gharar. Positifnya, bursa saham merupakan upaya mobilisasi dana masyarakat guna mendukung usaha-usaha besar yang pada dasarnya juga untuk kepentingan masyarakat luas. Oleh karena itu beliau menghukumi makruh. Sedangkan keputusan Mu’tamar NU 1989 menyatakan bahwa bursa efek termasuk dalam kategari gharar, tetapi tidak secara tegas dinyatakan haram.
Ibnu Qudamah dalam al Mughni Juz 5/173 terbitan Beirut mengatakan :
“Jika salah seorang dari dua orang berserikat membeli porsi mitra serikatnya, hukumnya boleh karena ia membeli milik pihak lain.”
Wahbah Zuhaili dalam al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu Juz 3/1841, beliau berpendapat:
“Bermuamalah dengan (melakukan kegiatan transaksi atas) saham hukumnya boleh, karena pemilik saham adalah mitra dalam perseroan sesuai dengan saham yang dimilikinya.”
Pendapat para ulama yang menyatakan kebolehan jual beli saham pada perusahaan-perusahaan yang memiliki bisnis yang mubah juga dikemukakan oleh Dr. Muhammad Abdul Ghafar al Syarif (al Syarif, Buhuts Fiqhiyyah Mu’ashirah , Beirut: Dar Ibnu Hazm, 1999, Hlm78-79). Dr. Muhammad Yusuf Musa (al Islam wa Muskilatuna al al hadhirah), Muhammad Rawas Qal’ahji, Umar bin Abdul Aziz Matrak, dll
Sedangkan keputusan Muktamar ke-7 Majma’ Fiqh Islami tahun 1992 di Jeddah berpendapat:
“Boleh menjual atau menjaminkan saham dengan tetap memperhatikan peraturan yang berlaku pada perseroan”.

Pandangan Islam / Ulama tentang Bursa Efek
Khalid Abd Al-Rahman Ahmad dalam bukunya Al Tafhir Al Iqtishadi Fi Al Islam, tidak hanya menilai tentang bursa efek, tetapi lebih jauh ia menilai perusahaan perseroan (persekutuan antar pemegang saham) itu sendiri. Menurut pendapatnya perseroan yang modalnya diwujudkan dalam lembaran-lembaran saham adalah batal dan tidak dibenarkan oleh syariat, alasannya:
• Perseroan itu tidak lagi didirikan atas dasar aktifitas anggota pemegang saham (mengolah dan memproduksi) untuk mengembangkan kekayaan dan sistem perekonomian sebagai yang dikenal Islam.
• Tidak adanya batas waktu berakhirnya persekutuan pemilik saham, juga bertentangan dengan syariat Islam.
• Terjadinya untung atau rugi tidak akan mempengaruhi besar kecilnya saham dalam perseroan.
• Dalam perseroan, para komisaris dan anggota direksi (manajer) selaku pengelola perusahaan selalu memperoleh bagian laba. Ini haram hukumnya menurut Islam.
Mengenai penerbitan obligasi , pandangan yang senada dikemukakan oleh majelis fatwa Al Syariah Kuwait. Dalam fatwa dinyatakan bahwa apabila obligasi itu merupakan instrumen investasi (qiradh) , meka menerbitkan atau memperdagangkannya dibursa efek hukumnya haram secara qath’i. karena hal tersebut jelas termasuk riba. Tentang saham apabila pemilikan saham itu dimasukkan sebagai penyertaan dalam persekutuan modal ini tidak mengapa. Tetapi apabila saham dijadikan sebagai instrument infestasi (qiradh) kemudian diperdagangkan di bursa, ini sudah termasuk haram. Berbeda dengan kedua pandangan tersebut pendirian yang dikemukakan oleh Ali Abd Al Rasul, dosen dan doktor dalam bidang ilmu ekonomi Universitas Al Ahzar. Menurut pendapatnya bahwa kehadiran bursa saham serta obligasi adalah seiring dengan perkembangan perbankan, sebagai tuntutan yang dharuri dalam konteks sistem ekonomi dan politik. Kedua-duanya mubah hukumnya secara syar’i. Pandangan Hukum Islam Untuk mengetahui apakah Bursa Efek dibenarkan dalam pandangan hukum Islam ataukah tidak, maka masalah ini akan penulis bahas dari tiga segi, pertama adalah dari sisi kelembagaan, kedua adalah dari sisi hakekat surat-surat berharga itu sendiri, ketiga dari segi transaksi.

1. Kelembagaan Bursa Efek Dari sisi kelembagaan, bursa efek adalah merupakan sebuah lembaga baru yang tidak dikenal pada masa Rasulullah SAW dan bahkan pada masa keemasan pengembangan Fiqh Islam (Masa Imam Mazhab). Bursa efek adalah merupakan lembaga baru yang belum terumuskan sebelumnya dalam kitab-kitab fiqh klasik. Oleh karena itu maka dalam rangka untuk menentukan apakah lembaga bursa efek ini sesuai dengan hukum Islam ataukah tidak, maka cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengembalikannya kepada koridor Siyasah Syar’iyah (politik Islam) yaitu asas manfaat dan menolak kerusakan. Hal ini sesuai dengan Kaidah Fiqhiyah yang menyebutkan bahwa semua inti persoalan ataupun apa saja, adalah dikembalikan kepada Kaidah Fiqhiyah yang pokok yaitu Artinya : Menolak kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan. Selain itu, istilah bursa efek tidak ada satu teks ayat atau hadits pun yang melarang penggunaan bentuk-bentuk manajemen dan organisasi bursa efek. Tidak ada batasan atas hal tersebut kecuali batasan manfaat yang hendak dicapai dan kerusakan yang hendak dihindari. Oleh karena itu maka bursa efek tidak bertentangan dengan Siyasah Syar’iyah, sebab siyasah syar’iyah adalah suatu perbuatan dalam rangka lebih dekat pada kemaslahatan dan lebih jauh dari kerusakan walaupun tidak ditetapkan oleh Rasulullah SAW dan tidak diturunkan wahyu dalam hal itu

2. Hakekat Surat-Surat Berharga Dari sisi surat-surat berharga adalah dokumen untuk menetapkan adanya hak kepemilikan dalam suatu proyek atau hutang atas hal itu. Transkasi dalam surat berharga tersebut bukan atas kertas itu sendiri melainkan atas hak-hak yang direpresentasikan oleh kertas-kertas tersebut. Surat berharga berdasarkan hal-hal yang direpresentasikan adakalanya berupa saham dan adakalanya berupa bonds (surat pengakuan hutang/obligasi). Masing-masing jenis surat berharga tersebut mempunyai pembagian yang bermacam-macam sesuai dengan sifat hak dan kewajiban yang dikandung oleh surat-surat tersebut. Dari sisi surat-surat berharga ini juga hampir sama dengan pembahasan tentang sisi kelembagaan tersebut di atas. Dari sisi ini juga tidak ada satu teks ayat atau hadits pun yang melarang tentang surat-surat berharga. Penulis beranggapan bahwa surat-surat berharga ini hanyalah sebagai pengganti dari nilai mata uang atau kepemilikan harta yang telah dituangkan dalam bentuk surat-surat berharga, sehingga dengan demikian maka hal ini hanyalah merupakan sesuatu yang sah-sah saja dan boleh-boleh saja dilakukan dalam bermuamalah dengan orang lain.

3. Transaksi Saham perusahaan yang beroperasi dalam hal-hal yang halal dan baik, modalnya bersih dari riba dan penyucian harta kotor serta tidak memberikan salah satu pemegang sahamnya keistimewaan materi atas pemegang saham lainnya. Saham perusahaan yang seperti ini adalah boleh secara syar’i, bahkan sangat dianjurkan dan disenangi (sunnah), karena adanya manfaat yang diraih dan kerusakan yang bisa dihindari dengan saham tersebut. Perdagangan (jual-beli) saham-saham perusahaan tersebut, aktifitas mediator, publikasi saham dan pendaftarannya serta ikut memperoleh bagian dari keuntungannya, semua itu diperbolehkan. Apalagi semua aktifitas dan dana yang ditanamkan di sana adalah bersumber dari yang halal. Hukum transaksi Saham atau Surat-Surat Berharga sangat tergantung pada asal usul modal dan bergerak dalam bidang apa perusahaan tersebut. Apabila modalnya dari yang halal dan bergerak pada usaha yang halal, maka hukumnya halal. Apabila sebaliknya modal dan usahanya yang haram, maka hukumnya adalah haram.

2 komentar: