Jumat, 12 Juli 2013

PENGELOLAAN PESISIR



Gambaran umum lokasi Sendang Biru
Kabupaten Malang memiliki 14 pantai dengan panjang garis pantai 77 km (Gambar 1) dan  berada di perairan Samudera Hindia yang kaya akan sumber daya ikan pelagis besar, seperti Madidihang (Thunnus albacares), Tuna Mata besar (Thunnus obesus), Albakora (Thunnus allalunga), Tuna Sirip Biru Selatan (Thunnus macoyii), dan tuna Abu-Abu (Thunnus tonggol) dan Cakalang (Katsuwonus pelamis). Berdasarkan hasil pengkajian stok ikan di Samudera Hindia yang dilakukan oleh Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumber daya Ikan Laut pada tahun 1998, dilaporkan potensi sumber daya ikan tuna di Selatan Jawa diestimasi sebesar 22.000 ton/tahun dengan tingkat  produksi 10.000 ton/tahun, berarti tingkat pemanfaatannya baru mencapai 45%. Dengan demikian, prospek pengembangannya masih terbuka lebar, yaitu sebesar 55% (Zaenal, 2002)
 










Gambar  Kawasan Pesisir Sendang Biru (Dinas kabupaten Malang, 2005)


3
Gambar Pusat Pendaratan Ikan Pondokdadap Sendang Biru
3.2 Gambaran umum masyarkat nelayan Sendang Biru
          Potensi  dan sumber daya alam (SDA) ikan yang melimpah dan mampu berkonstribusi positif bukan menjadi sebuah ukuran mutlak untuk menentukan sejahtera tidaknya atau makmur tidaknya suatu komunitas maupun individu seseorang, kekayaan atau potensi laut yang cukup besar disamudera Indonesia, tak terkecuali di gugusan laut selatan Malang, juga belum mampu memberikan kehidupan yang layak dan sejahtera bagi nelayan dipesisir Sendang biru di kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Potensi lautnya sangat beragam, bahkan jenis ikan tuna terbaik di lautan Indonesia, salah satunya berada di laut selatan Malang ( Sendang biru). Namun, kenapa sampai saat ini sebagian nelayan yang hidup di pesisir pantai itu masih belum bangkit dan perekonomiannya meningkat. Potensi tangkapan ikan laut di pesisir laut Selatan Kabupaten Malang rata-rata mencapai 403.444 ton per tahun, namum saat ini baru tergarap dengan baik sekitar 9.500 ton per tahun atau 2,4% dari keseluruhan potensi yang ada. Dipantai Sendang Biru jumlah nelayan mencapai 1.000 orang didukung armada angkut 300 kapal berbagai jenis seperti; sekoci, pleret dan paying ( Cicip, 2012)
3.3 Strategi pengembangan kawasan Sendang Biru untuk Industri Perikanan Terpadu
Pembangunan di kawasan pesisir perlu  direncakan dengan baik, karena kawasan pesisir merupakan kawasan peralihan (interface area) antara ekosistem laut dan darat. Sehingga dalam melakukan suatu perencannaan harus memahami batas wilayah perencanaan (bounderis) dan  kawasan tersebut. Batasan wilayah pesisir yang dimaksud harus di lihat ke arah darat maupun ke arah laut. Untuk memahami batasan tersebut, maka definisi dari wilayah pesisir bisa di lihat berdasarkan yaitu :
Ø  Ekologis, yaitu kawasan daratan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan, seperti pasang surut, interusi air laut, dll.
Ø  Administratif, yaitu batas terluar sebelah hulu dari desa pantai atau jarak definitif secara arbitrer (2 km, 20 km,dari garis pantai Administratif : 4 mil, 12 mil, garis pantai ke arah laut
Ø  Perencanaan : bergantung pada permasalahan atau substansi yang menjadi fokus pengelolaan wilayah pesisir. Demikian juga ke arah laut, yaitu: Ekologis : kawasan laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alamiah di darat (aliran air sungai, run off, aliran air tanah, dll.), atau dampak kegiatan manusia di darat (bahan pencemar, sedimen) atau kawasan laut yang merupakan paparan benua (continental shelf).
           Demikian pula halnya dengan perencanaan pembangunan Industri          pengolahannya, agar dapat berlangsung secara berkelanjutan perlu di sesuaikan dengan komoditas yang ada baik kuantitas, kualitas dan kuantitasnya sehingga produk yang dihasilkan dapat dipasarkan baik di tingkat internasional maupun domestik. Hal ini penting diperhatikan, mengingat perdagangan internasional produk perikanan dewasa ini tidak lagi hanya dipengaruhi faktor permintaan dan penawaran, akan tetapi juga sangat ditentukan oleh ketentuan hasil-hasil konvensi perjanjian international perikanan. Adapun perjanjian internasional yang berpengaruh langsung bahkan mengatur perdagangan komoditas perikanan di pasar international antara lain
Ø  perjanjian international yang bernuansa menjaga kelestarian sumberdaya ikan, seperti Code of Conduct for Responsible Fisheries, International Conventional for the Conservation of Atlantic Tuna (ICCAT), Indian Ocean Tuna Commision dan Agreement on Straddling Stocks.,b) perjanjian international tentang perdagangan seperti GATT/WTO, termasuk di dalamnya perjanjian Sanitary dan Phytosanitary Measures (SPS) dan Agreement on Tecchnical Barriers to trade termasuk di dalamnya pengendalian mutu hasil perikanan dan laboratorium serta tempat pelelangan ikan  Adanya aturan perdagangan international tersebut, pada saat ini menjadi kendala pengembangan industri pengolahan produk perikanan di Indonesia (Najikh, 2006).
Berdasarkan peluang dan kendala tersebut, maka dalam implementasi pembangunan industri perikanan di kawasan pesisir Sendang Biru  harus di rencanakan dengan baik dan harus disusun atas dasar pertimbangan kesesuaian wilayah, keserasian jenis industri yang dapat dikembangkan yang disesuaikan dengan kontinuitas, kuantitas dan kualitas komoditas ikan yang tertangkap di Pusat Pendaratan Ikan di Sendang Biru, karena apabila tidak diperhatikan, maka tidak menutup kemungkinan industri yang dibangun tidak akan berlangsung secara berkelanjutan dan produknya tidak dapat diperdagangkan secara luas sebagai akibat ketidaksesuaian kualitas produk yang dihasilkan  dengan pasar atau tidak bisa berkompetisi akibat biaya tinggi.
Menurut Hermawan, dalam Wahono dan Handajani (2001),  Untuk mengatasi fenomena tersebut, maka pembangunan industri perikanan di kawasan Sendang Biru tersebut dapat di implentasikan dan berkelanjutan, maka perlu di intregasikan antara jenis kegiatan dan antara sektor yang berkepentingan, sehingga dapat disusun skala prioritas dan kebijakan yang perlu di laksanakan di kawasan tersebut. Perencanaan pembangunan kawasan pesisir untuk kegiatan industri perikanan, perlu dilakukan tahapan sebagai berikut;
1)          Menghitung dan menentukan potensi ikan yang dapat dimanfaatkan baik kualitas, kuantitas maupun kontuinitasnya,
2)      Menentukan tujuan  dan sasaran program. Hal ini penting dilakukan, apabila tujuan dari program adalah dalam rangka pemberdayaan dan meningkatkan serapan tenaga kerja maka pemerintah lebih dominan untuk berperan aktif dalam implementasi program tersebut, tetapi apabila tujuan dari program tersebut meningkatkan devisa negara dan serapan tenaga kerja sekaligus,  maka sektor swasta yang lebih dominan sedangkan peran pemerintah sebatas mediator dan fasilitator saja  Namun  yogyanya secara umum, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam program pengembangan sebaiknya dalam rangka Pemberdayaan Masyarakat Nelayan dengan pola keterpaduan antar stakeholder, atas dasar dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan sehingga pembangunan dan pengembangan kawasan serasi dan berkelanjutan. Sedangkan tujuan dan sasaran secara khusus dalam pembuatan rencana program, dilakukan sebagai langkah awal yang ditujukan kepada pemerintah, perusahaan swasta nasional atau pihak pengusaha asing, masyarakat, pihak perbankan, koperasi dan UKM, LSM dan stakeholders untuk berpartisipasi dalam pemberdayaan nelayan dan ikut serta didalamnya sebagai perusahaan mitra. Menentukan target ikan yang akan ditangkap dan armada tangkap yang perlu dikembangkan untuk memenuhi kuota sesuai tujuan dan sasaran progam serta pasar yang akan dituju dan meningkatkan produktivitas nelayan dengan jalan memperbaiki teknologi penangkapan, pengolahan/ penanganan setelah panen dan unit penunjang industri perikanan lainnya, meningkatkan kualitas hasil tangkapan dan  memperluas daerah fishing ground di wilayah ZEEI. Kemampuan tangkap nelayan ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: jenis armada; alat tangkap; ketrampilan dan manajemen. 
3)      Menginventarisasi  jenis kegiatan Industri yang dapat diimplentasikan dan fasilitas penunjang yang diperlukan dalam kawasan tersebut.
4)      Menghitung kelayakan dari masing-masing kegiatan tersebut, ini penting untuk menetapkan prioritas pembangunan yang layak.
5)      Menentukan kebutuhan ruang dan  fasilitas penunjang seperti infrastruktur dari kegiatann tersebut.
6)      Menetapkan zona peruntukan yang dilengkapi dengan titik koordinat dari tiap peruntkan tersebut yang dilengkapi dengan  ketetapan hukum atau  peraturan yang kondusif yang dapat menarik investasi .
7)      Implementasi.
8)      Berdasarkan potensi dan peluang yang ada di kawasan Sendang Biru, maka apabila urutan dari perencanaan pengembangan tersebut bisa dipenuhi, niscaya pembangunan dari pengembangan kawasan pesisir secara terpadu tersebut dapat direalisasikan. Namun demikian dalam perencanaannya agar dapat berkelanjutan maka harus mempertimbangkan dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan8 dan kebijakan pembangunan tersebut harus bersifat parsipatif dari semua stakeholder. Sehingga terdapat keterpaduan yang harmonis. Adapun yang dimaksud dengan keterpaduan tersebut adalah:
Ø  Keterpaduan intersektoral (Intersectoral integration), dalam pengembangan sektor kelautan dan pesisir harus terpadu antara pengembangan perikanan, pariwisata, pelabuhan, dan antara pembangunan sektor daratan lautan, seperti pertanian, kehutanan dan pertambangan yang mempengaruhi lingkungan pesisir dan lautan tersebut, juga keterpaduan antara pemerintah.
Ø  Lembaga swasta dan masyarakat lainnya yang sering menimbulkan konflik,  Keterpaduan antar Pemerintahan (Intergovernmental integration), baik antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten, biasanya kebijakan yang di buat antara pusat, provinsi dan daerah sering tidak sinergis dan ini akan menimbulkan konflik,
Ø  Keterpaduan antar Ruang (Spatial integration), oleh karena derah pesisir merupakan daerah yang subur dan merupakan pusat ekonomi, maka sering terjadi konflik penggunaan ruang, oleh karena itu dalam menentukan ruang harus menghubungkan dengan kegiatan yang ada di daratan , aliran sungai (Basin River), dan lautan.
Ø   Keterpaduan antara Ilmu dan Manajemen (Science-management integration), keterpaduan disiplin ilmu penting untuk dilakukan, karena di kawasan pesisir sangat komplek, sehingga ilmu alam yang berhubungan dengan laut dan pesisir seperti oceanografi, ilmu perikanan, ilmu kelautan,  ilmu sosial, ekonomi, yang memahami struktur laut dan memadukannya dalam perhitungan pembangunan di kawasan laut.
Apabila keterpaduan tersebut dipertimbangkan dalam penyusunan perencanaan pengembangan kawasan pesisir Sendang Biru, maka niscaya kawasan tersebut dapat dijadikan andalan sebagai pusat pertumbuhan perekonomian baru di Kabupaten Malang.

Kamis, 13 Juni 2013

SISTEM BUDIDAYA KARAMBA JARING APUNG (KJA)



Keramba jaring apung
Keramba Jaring Apung ( KJA ) dapat dibuat dalam berbagai ukuran. Desain dan bahan tergantung pada kemudahan penanganan, daya tahan bahan baku,harga, dan faktor lainnya. Jaring atau wadah untuk pemeliharaan ikan tawar dibuat dari bahan polietilen. Bentuk dan ukuran bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh jenis ikan yang dibudidayakan, ukuran ikan, kedalaman perairan, serta faktor kemudahan dalam pengelolaan.
Konstruksi wadah jaring terapung terdiri dari beberapa bagian, antara lain :
1. Kerangka keramba jaring apung
Kerangka (bingkai) jaring terapung dapat dibuat dari bahan kayu, bambu atau besi yang dilapisi bahan anti karat (cat besi). Memilih bahan untuk kerangka, sebaiknya disesuai-kan dengan ketersediaan bahan di lokasi budidaya dan nilai ekonomis dari bahan tersebut.

Kayu atau bambu secara ekonomis memang lebih murah dibandingkan dengan besi anti karat, tetapi jika dilihat dari masa pakai dengan menggunakan kayu atau bambu jangka waktu (usia teknisnya) hanya 1,5–2 tahun. Sesudah 1,5–2 tahun masa pakai, kerangka yang terbuat dari kayu atau bambu ini sudah tidak layak pakai dan harus direnofasi kembali.  Jika akan memakai besi anti karat sebagai kerangka jaring pada umumnya usia ekonomis/ angka waktu pemakaiannya relatif lebih lama, yaitu antara 4–5 tahun.

Pada umumnya petani ikan di jaring terapung menggunakan bambu sebagai bahan utama pembuatan kerangka, karena selain harganya relatif murah juga ketersediaannya di lokasi budidaya sangat banyak. Bambu yang digunakan untuk kerangka sebaiknya mempunyai garis tengah 5 – 7 cm di bagian pangkalnya, dan bagian ujungnya berukuran antara 3 – 5 cm. Jenis bambu yang digunakan adalah bambu tali. Ada juga jenis bambu gombong yang mempunyai diameter 12 -15 cm tetapi jenis bambu ini kurang baik digunakan untuk kerangka karena cepat lapuk.

Ukuran kerangka jaring terapung berkisar antara 5 X 5 meter sampai 10 X 10 meter. Petani ikan jaring terapung di perairan cirata pada umumnya menggunakan kerangka dari bambu dengan ukuran 7 X 7 meter. Kerangka dari jaring apung umumnya dibuat tidak hanya satu petak/kantong tetapi satu unit. Satu unit jaring terapung terdiri dari empat buah petak/kantong. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.32.



Gambar 2.32. Kerangka Jaring Apung

2. Pelampung keramba jaring apung
Pelampung berfungsi untuk mengapungkan kerangka/ jaring terapung. Bahan yang digunakan sebagai pelampung berupa drum (besi atau plastik) yang berkapasitas 200 liter, busa plastik (stryrofoam) atau fiberglass. Jenis pelampung yang akan digunakan biasanya dilihat berdasarkan lama pemakaian. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2. Jenis pelampung dan lama pemakaian

Jika akan menggunakan pelampung dari drum maka drum harus terlebih dahulu dicat dengan menggunakan cat yang mengandung bahan anti karat. Jumlah pelampung yang akan digunakan disesuaikan dengan besarnya kerangka jaring apung yang akan dibuat. Jaring terapung berukuran 7 X 7 meter, dalam satu unit jaring terapung membutuhkan pelampung antara 33 – 35 buah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.33.

Gambar 2.33. Pelampung drum besi

3. Pengikat keramba jaring apung
Tali pengikat sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, seperti tambang plastik, kawat ukuran 5 mm, besi beton ukuran 8 mm atau 10 mm. Tali pengikat ini digunakan untuk mengikat kerangka jaring terapung, pelampung atau jaring.

4. Jangkar keramba jaring apung
Jangkar berfungsi sebagai penahan jaring terapung agar rakit jaring terapung tidak hanyut terbawa oleh arus air dan angin yang kencang. Jangkar terbuat dari bahan batu, semen atau besi. Pemberat diberi tali pemberat/tali jangkar yang terbuat dari tambang plastik yang berdiameter sekitar 10 mm – 15 mm. Jumlah pemberat untuk satu unit jaring terapung empat petak/kantong adalah sebanyak 4 buah. Pemberat diikatkan pada masing-masing sudut dari kerangka jaring terapung. Berat jangkar berkisar antara 50 – 75 kg. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.34.

Gambar 2.34. Jangkar keramba apung


5. Jaring keramba jaring apung
Jaring yang digunakan untuk budidaya ikan di perairan umum, biasanya terbuat dari bahan polyethylene atau disebut jaring trawl. Ukuran mata jaring yang digunakan tergantung dari besarnya ikan yang akan dibudidayakan. Kantong jaring terapung ini mempunyai ukuran bervariasi disesuaikan dengan jenis ikan yang dibudidayakan, untuk ikan air laut ukuran kantong jaring yang biasa digunakan berukuran mulai 2 X 2 X 2 m sampai 5 X 5 x 5 m.

Sedangkan untuk jenis ikan air tawar berkisar antara 3 X 3 X 3 m sampai 7 X 7 X 2,5 m. Untuk mengurangi resiko kebocoran akibat gigitan binatang lain, biasanya kantong jaring terapung dipasang rangkap (doubel) yaitu kantong jaring luar dan kantong jaring dalam. Ukuran jaring bagian luar biasanya mempunyai mata jaring (mesh size) yang lebih besar.

Salah satu contohnya adalah sebagai berikut :
a. Jaring polyethylene no. 380 D/9 dengan ukuran mata jaring (mesh size) sebesar 2 inch (5,08 cm) yang dipergunakan sebagai kantong jaring luar.
b. Jaring polyethylene no. 280 D/12 dengan ukuran mata jaring 1 inch (2,5 cm) atau 1,5 inch (3,81 cm) dipergunakan sebagai kantong jaring dalam.

Jaring yang mempunyai ukuran mata jaring lebih kecil dari 1 inch biasanya digunakan untuk memelihara ikan yang berukuran lebih kecil. Di perairan umum, khususnya dalam budidaya ikan di jaring terapung ukuran jaring yang digunakan adalah ukuran ¾ - 1 inch. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.3.
 Tabel 2.3. Ukuran mata jaring yang digunakan berdasarkan ukuran ikan yang dibudidayakan.

Kantong jaring yang digunakan untuk memelihara ikan dapat diperoleh dengan membeli jaring utuh. Dalam hal ini biasanya jaring trawl dijual dipasaran berupa lembaran atau gulungan. Langkah awal yang harus dilakukan untuk membuat kantong jaring adalah membuat desain/rancangan kantong jaring yang akan dipergunakan. Ukuran kantong jaring yang akan dipergunakan berkisar antara 2 X 2 m sampai dengan 10 X 10 m.

Setelah ukuran kantong jaring yang akan dipergunakan, misalnya akan dibuat kantong jaring dengan ukuran 7 X 7 X 2 m, langkah selanjutnya adalah memotong jaring. Untuk memotong jaring harus dilakukan dengan benar berdasarkan pada ukuran mata jaring dan tingkat perenggangannya saat terpasang di perairan. Menurut hasil penelitian, jaring dalam keadaan terpasang atau sudah berupa kantong jaring akan mengalami perenggangan atau mata jaring dalam keadaan tertarik/terbuka (”Hang In Ratio”).

Nilai ”Hang In Ratio” dalam membuat kantong jaring terapung adalah 30%. Adapun perhitungan yang digunakan untuk memotong jaring ada dua cara, yaitu : (1) menggunakan rumus tertentu dan (2) melakukan perhitungan cara di lapangan. Rumus berdasarkan ”Hang In Ratio” adalah sebagai berikut :

Keterangan :
S : Hang In Ratio
L : Panjang jaring sebelum Hang In atau dalam keadaan tertarik
i : Panjang tali ris
D : dalam kantong jaring (jumlah mata jaring dikalikan ukuran mata jaring dalam keadaan tertarik)
d : dalam kantong jaring sesudah Hang In
Contoh penggunaan rumus dalam menghitung jaring yang akan dipotong dengan ukuran 7 X 7 X 2 m adalah sebagai berikut:

Misalnya, kantong jaring yang akan dibuat 7 X 7 X 2 m dengan ukuran mata jaring (mesh size) 2 inch (5,08 cm). Diketahui Hang In Ratio (S) adalah 30% = 0,3, Panjang tali ris (i) = 4 X 7 m = 28 m.  Maka untuk mencari panjang jaring sebelum Hang In adalah :


Jadi panjang tiap sisi adalah 40 m : 4 = 10 m Jumlah mata jaring 10 m = 1000 cm : 5,08 cm = 197,04 mata jaring dibulatkan 197 mata jaring. Diketahui dalam jaring sesudah Hang In (d) adalah 2 m, maka dalam kantong jaring sebelum dipotong (D) adalah :


Jadi jumlah mata jaring 2,8 m = 280 cm : 5,08 cm = 55,1 mata jaring dibulatkan menjadi 55 mata jaring.

Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh ukuran lembaran jaring yang akan dipotong untuk kantong jaring berukuran 7 X 7 X 2 m adalah 197 X 197 X 55 mata jaring.

Sedangkan para petani ikan dilapangan biasanya menghitung jaring yang akan digunakan untuk membuat kantong jaring menggunakan perhitungan sebagai berikut :

Misalnya kantong jaring yang akan dibuat berukuran 7 X 7 X 2 m dengan ukuran mata jaring (mesh size) 2 inch (5,08 cm). Berdasarkan hasil penelitian panjang jaring akan berkurang sebesar 30% dari semula. Maka secara praktis dilapangan diperhitungkan jumlah mata jaring dalam setiap meter adalah:


Jadi dalam satu meter jaring yang berukuran 1 inch terdapat 56 mata jaring, sehingga jika akan membuat jaring dengan ukuran 7 X 7 X 2 m, jumlah mata jaringnya adalah 392 X 392 X 112 mata jaring. Sedangkan ukuran mata jaring yang akan digunakan adalah 2 inch maka jumlah mata jaring yang akan dipotong adalah 196 X 196 X 56. Angka-angka ini diperoleh dari hasil perkalian antara ukuran kantong jaring dengan jumlah mata jaring.

Berdasarkan hasil kedua perhitungan tersebut memperoleh nilai yang tidak jauh berbeda. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah memindahkan pola yang telah dibuat langsung kejaring. Jaring tersebut dibentangkan dan dibuat pola seperti Gambar 2.35.

Gambar 2.35. Pola jaring keramba jaring apung

Sebagai acuan untuk melakukan pemotongan jaring yang akan dipergunakan untuk membuat kantong jaring terapung dapat dilihat pada Tabel 2.4.


Tabel 2.4. Perhitungan jumlah mata jaring yang harus dipotong dalam berbagai ukuran kantong jaring dan mata jaring.

6. Pemberat keramba jaring apung
Pemberat yang digunakan biasanya terbuat dari batu atau timah yang masing-masing beratnya antara 2–5 kg. Fungsi pemberat ini agar jaring tetap simetris dan pemberat ini diletakkan pada setiap sudut kantong jaring terapung.

7. Tali / tambang keramba jaring apung
Tali / tambang yang digunakan biasanya disesuaikan dengan kondisi perairan pada perairan tawar adalah tali plastik yang mempunyai diameter 5–10 mm, sedangkan pada perairan laut tali / tambang yang digunakan terbuat dari nilon atau tambang yang kuat terhadap salinitas.Tali/tambang ini dipergunakan sebagai penahan jaring pada bagian atas dan bawah. Tali tambang ini mempunyai istilah lain yang disebut dengan tali ris.

Panjang tali ris adalah sekeliling dari kantong jaring terapung. Misalnya, kantong jaring terapung berukuran 7X7X2m maka tali risnya adalah 7m X 4 =28 m. Dengan dikalikan empat karena kantong sisi jaring terapung adalah empat sisi. Khusus untuk tali ris pada bagian atas sebaiknya dilebihkan 0,5 m untuk setiap sudut. Jadi tali risnya mempunyai panjang 28 m +( 4 X 0,5 m) = 30m. Hal ini untuk memudahkan dalam melakukan aktivitas kegiatan operasional pada saat melakukan budidaya ikan.

BIAYA PEMBUATAN KERAMBA JARING APUNG

Nama                           : Budi Daya Ikan Nila Karamba Jaring Apung
Produksi saat ini          : Hasil tangkapan di sungai 108.93 Kw, Mina padi 9.707,50 Kw, ikan kolam 2.863,78
Luas                            :  Sekitar 2,1 ha
Peluang Investasi        : Budi daya ikan nila dalam Keramba Jaring  Apung (KJA).
Cara Budidaya            : Pembuatan petakan dengan Keramba Jaring Apung ukuran 5 m x 5 m x 5 m dalam unit KJA terdiri dari 4 petakan dengan kapasitas  30 unit, benih ikan nila yang ditebar ukuran 8-12 cm sejumlah 8.750 ekor/petak. Lama pemeliharaan 4 bulan untuk ukuran 250 gram/ekor
Potensi Pendukung :
-    Air tersedia beserta chekdam seluas sekitar 2,1  ha.
-    Telah tersedia kelompok pembudi daya ikan dari masyarakat.
-    Biaya tenaga kerja masih murah.
-    Jalan aspal
-    Ketinggian lokasi 400-1000 m dpl.
Investasi  : Rp. 3.500.000.000,-
Perhitungan investasi :
Biaya Konstruksi  30 unit KJA @ 4 petak @ Rp 8.590.000,- = Rp 1.030.800.000,-
Biaya Operasional 30 Unit KJA @ 4 petak @Rp 20.622.800,- = Rp 2.474.736.000,-
Total kebutuhan Investasi  = Rp 3.500.000.000,-

Asumsi laba /Analisa usaha KJA/ Petak
 .    Biaya konstruksi KJA = Rp   8.590.000
a.    Biaya Operasional = Rp 20.050.000
b.    Hasil panen  SR 90 % x 8.750 ekor = 7.875 ekor/4 = Rp  1.969 Kg
1.969 Kg x Rp 13.000  = Rp 25.597.000
c.    Penyusutan konstruksi (5 tahun)
Rp 8590.000 : 5 : 12  = Rp 143.200
4 bulan = Rp 143.200 x 4 = Rp 572.800
d.    Pengeluaran :
Biaya operasional + Penyusutan = Rp 20.050.000 + Rp 572.800 = Rp 20.622.800
e.    Keuntungan : Rp 25.597.000  Rp 20.622.800 =   Rp   4.974.200/4 bulan

Pendapatan per bulan = Rp 4.974.200 : 4 = Rp 1.243.550,00