Pengertian
Bursa Efek
Pemakaian istilah “bursa” untuk menunjukkan tempat atau
transaksi yang berhubungan dengan surat-surat berharga, merujuk kepada julukan
seorang pedagang Belgia yang bernama Vander Bourse. Definisi bursa secara umum
yaitu tempat transaksi produk-produk surat berharga di bawah pembinaan dan
pengawasan pemerintah (Hasibuan, 2013).
Secara definitif bursa saham atau bursa efek dapat dikatakan
sebagai tempat diselenggarakannya kegiatan perdagangan efek pasar modal yang
didirikan oleh suatu badan usaha (Anoraga dan Pakarti, 2001). Sedangkan yang
dimaksud pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum
dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek (UU Pasar
Modal No. 8 1995). Lebih umumnya pasar modal dikatakan sebagai sebuah tempat di
mana modal diperdagangkan antara orang yang memiliki kelebihan modal dengan
orang yang membutuhkan modal untuk investasi yang mereka butuhkan (Al Habshi,
tt.). Pasar modal di Indonesia misalnya Bursa Efek Jakarta (BEJ), Bursa Efek
Surabaya (BES) (Bahri, 201
Macam – Macam Transaksi Bursa Efek
Transaksi burfa
efek memiliki dua macam yaitu dari sisi waktu dan dari sisi objek.
·
Dari Sisi Waktunya
1. Transaksi
instan.
Yakni
transaksi dimana dua pihak pelaku transaksi melakukan serah terima jual beli
secara langsung atau paling lambat 2 kali 24 jam atau transaksi instan adalah
serah terima barang sungguhan, bukan sekadar transaksi semu, atau bukan sekadar
jual beli tanpa ada barang, atau bisa diartikan ada serah terima riil..
2. Transaksi
berjangka.
Yakni
transaksi yang diputuskan setelah beberapa waktu kemudian yang ditentukan dan
disepakati saat transaksi atau bisa juga transaksi berjangka pada umumnya
bertujuan hanya semacam investasi terhadap berbagai jenis harga tanpa keinginan
untuk melakukan jual beli secara riil, dimana jual beli ini pada umumnya hanya
transaksi pada naik turun harga-harga itu saja.
Baik transaksi
instan maupun transaksi berjangka terkadang menggunakan kertas-kertas berharga,
terkadang menggunakan barang-barang dagangan.
·
Dari Sisi Objek
Dari sisi
objeknya transaksi bursa efek ini terbagi menjadi dua:
1. Transaksi
yang menggunakan barang-barang komoditas (Bursa komoditas). Dalam bursa
komoditas yang umumnya berasal dari hasil alam, barang-barang tersebut tidak
hadir. Barter itu dilakukan dengan menggunakan barang contoh atau berdasarkan
nama dari satu jenis komoditas yang disepakati dengan penyerahan tertunda
2. Transaksi
yang menggunakan kertas-kertas berharga (Bursa efek).
Bursa
efek sendiri objeknya adalah saham dan giro. Kebanyakan transaksi bursa itu
menggunakan kertas-kertas saham tersebut. Giro yang dimaksud di sini adalah cek
yang berisi perjanjian dari pihak yang mengeluarkannya, yakni pihak bank atau
perusahaan untuk orang yang membawanya agar ditukar dengan sejumlah uang yang
ditentukan pada tanggal yang ditentukan pula dengan jaminan bunga tetap, namun
tidak ada hubungannya sama sekali dengan pergulatan harga pasar. Sementara
saham adalah jumlah satuan dari modal koperatif yang sama jumlahnya bisa diputar
dengan berbagai cara berdagang, dan harganya bisa berubah-ubah sewaktu-waktu
tergantung keuntungan dan kerugian atau kinerja perusahaan tersebut (Muhsinhar,
2013).
Fungsi Bursa Efek
Secara umum fungsi bursa saham bisa dibagi menjadi
dua yaitu terhadap negara dan ekonomi.
·
Peranan bursa saham kepada Negara
yaitu:
-
Pasar modal yang menyediakan modal
bagi pihak yang memerlukannnya dengan cara jual beli saham.
-
Menyediakan layanan dan informasi
saham yang berkaitan dengan kerjasama kepada penanam modal. Disamping
menciptakan rangsangan terhadap pasar saham dan obligasi dikalangan khusus dan
umum.
·
Peranan bursa saham terhadap
ekonomi yaitu:
-
Mengalokasikan dana dan
menyalurkannya untuk proyek-proyek.
-
Mengupdate indeks tentang
pergerakan harga, barang dan nilai sekaligus menggambarkan status ekonomi
Negara.
-
Membantu peningkatan ekonomi
dengan berbagai proyek pembangunan.
-
Wadah bagi negara untuk mencapai
kestabilan nilai tukar mata uang dengan perdagangan saham dan obligasi sekuriti
dalam peningkatan inflasi (Abdulbakri, 2013).
Peranan
posistif dan negatif bursa efek
Perusahaan yang
maju atau dengan kata lain go publik
berarti perusahaan tersebut membuka diri bagi para pemegang saham dan
masyarakat. Sehingga masyararakat
investor akan selalu mengikuti perkembangan dan menilai keberhasilan
perusahaan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini karena
kebijakannya selalu dinilai oleh para investor. Maka kalangan manajer akan
senantiasa berusaha meningkatkan efisien dan efektifitasnya untuk mengelola
perusahaan sehingga setiap perusahaan memiliki prospek yang baik berdasarkan
penilaian akuntan publik, akuntan negara, serta bapendam. Tentunya para
investor akan memiliki harga pasar bagi sahamnya yang lebih baik. Mereka yang
memiliki perusahaan yang sangat sehat, mengharapkan agar pasarnya bertambah
terus sesuai dengan penampilan perusahaan, sehingga akan diperoleh keuntungan
kalau saham tersebut dijual. Keuntungan dari suatu investasi dalam saham akan
mencakup pendapatan keuntungan berupa dividen dan tambahan pendapatan berupa
selisih harga beli dengan harga jual saham yang dimiliki.
Adanya
pengawasan yang ketat dimaksudkan agar tidak terjadi spekulasi yang berlebihan,
yang dapat merugikan investor. Ketika masyarakat investor sudah semakin dewasa
dengan tingkat pengetahuan mengenai pasar modal yang semakin matang, ketentuan
mengenai batas fruktasi (naik turunnya) kurs saham sudah diperlonggar.
Seiring dengan
upaya berbagai pihak dalam mengelola iklim saham dengan perwujudan bursa efek
yang tertib dan sehat, bursa efek dalam perkembangannya ada masa boom (lonjakan
pasar) dan ada pula masa lesu. Masa-masa lonjakan keberuntungan itu, ironisnya
merupakan lahan yang menguntungkan bagi kaum investor pemilik kekayaan yang
relative besar, dan belum dapat dinikmati oleh golongan investor kecil.
Sebaliknya pada masa lesu, tidak sedikit diantara para investor kecil yang
terpaksa menjual sahamnya karena perlu duit dengan resiko menderita kerugian.
Bursa efek dalam pandangan islam
Hukum Jual Beli Saham di Pasar Modal Menurut Hukum Ekonomi Islam
Menurut Hamda
(2011), bahwa jual beli saham di pasar modal dapat dibenarkan oleh Islam karena
sama halnya dengan jual beli barang lain. Harganya juga sewaktu-waktu naik dan
sewaktu-waktu turun. Pemegang saham sama seperti orang menyipan emas (bukan
untuk perhiasan) yang harganya ada kalanya naik dan ada kalanya turun. Adapun
untuk mengetahui hukum jual beli saham di pasar modal menurut Islam akan
diuraikan sebagai berikut:
1.
Transaksi Perdagangan
Saham di Pasar Perdana
Pada transaksi ini yang menjadi para
pihak adalah emiten dan investor. Harga saham yang ditetapkan oleh emiten dan
penjamin emisi berdasarkan kepada seberapa besar kekuatan pasar menyerap saham
yang ditawarkan. Semakin besar kekuatan pasar menyerap saham yang ditawarkan
semakin banyak permintaan saham di pasar perdana, maka harga saham akan semakin
tinggi. Bagaimanapun harga saham yang ditawarkan melebihi dari harga nominal
yang tertera dalam lembaran saham. Selisih antara harga nominal dengan harga
jual inilah yang kemudian disebut dengan agio.
Fakta dilapangan menunjukkan bahwa
semakin tinggi agio maka semakin tinggi pula resiko yang ditanggung investor
yang membelinya di pasar perdana. Namun disisi lain, dengan agio yang tinggi
investor sebagai pemilik aka menikmati laba di kemudian hari. Agio yang
diperoleh dari selisih harga jual dan harga beli di pasar perdana bukanlah
termasuk riba, karena keuntungan yang diperoleh merupakan harga yang telah
disepakati. Kekuatan harga tersebut ditentukan oleh kekuatan pasar. Oleh karena
itu jika saham ditawarkan di pasar perdana maka saham dianggap sebagai barang
(sil’ah). Harganya tidak tergantung dengan apa yang tertera dalam lembaran,
tetapi sesuai dengan kesepakatan, sebab lembaran tersebut dianggap sebagai
barang.
Dengan begitu, maka transaksi saham di
pasar perdana boleh menurut Islam, sebab penentuan harganya dilakukan
berdasarkan prinsip suka sama suka (antaradhin). Sedangkan agio saham itu
sendiri dimanfaatkan untuk anggota perusahaan. Hal inipun sesuai dengan tujuan
Islam yaitu kemaslahatan, sebagaimana pemahaman asy-Syatibi yang mendefinisikan
maslahah secara luas, yaitu: Apa yang menopang tegaknya hidup dan sempurnanya
kehidupan manusia, dan memenuhi apa yang menjadi tuntutan kualitas-kualitas
emosional dan intelektual dalam pengertian yang luas. Sedangkan Wahbah
az-Zuhaily mendefinisikan maslahah dengan mengklasifikasikannya pada:
1. Dilihat dari
segi kekuatannya, yaitu:
a. ad- Daruriyat
b. al-Hajiyat
c. at-Tahsiniyat
2. Dari segi
pertimbangan agama:
a. Maslahah
Mu’tabarah, yaitu yang diakui oleh agama dan yang terdapat dalam setiap
ketetapa hukum, baik berupa perintah maupun larangan.
b. Maslahah
Mulghah, yaitu maslahah yang tidak diakui bahkan dibatalkan oleh agama.
c. Maslahah
Mursalah, yaitu maslahah yang tidak terdapat bukti tekstual yang mendukung atau
menolaknya.
3.
Dari segi cakupannya yaitu:
a. Al-Maslahah
al-Ammah, yaitu maslahah yang secara nyata untuk kepentingan kolektif bukan
individual.
b. Al-Maslahah
al-Khashshah, yaitu maslahah yang menyangkut kepentingan individu maupun
kelompok tertentu.
Berdasarkan
uraian di atas, berarti agio saham merupakan keuntungan perusahaan yang
dipergunakan untuk kepentingan investor, dalam hal ini dapat dikategorikan
dalam maslahah ‘ammah., dimana agio ini bertujuan untuk meningkatkan kekayaan
serta proporsional melalui cara-cara yang dihalalkan, bukan mendominasi
kehidupan perekonomian denagn cara curang atau menipu.
2. Transaksi Saham di Pasar Sekunder
Perdagangan saham di pasar skunder
dilaksanakan di Bursa Efek dengan mempertemukan penawaran jual dan permintaan
beli. Aktivitas transaksi ini dilakukan oleh investor melalui pedagang
perantara yang bertugas sebagai penghubung antara investor jual dengan investor
beli. Harga tidak lagi ditentukan oleh penjamin emisi, tetapi berdasarkan teori
penawaran dan permintaan, disamping itu juga oleh prospek perusahaan yang
menerbitkan saham (emiten). Oleh karena itu wajar jika harga saham bisa lebih
tinggi atau lebih rendah dari pada harga di pasar perdana.
Sangat jelas bahwa pasar modal (bursa
efek) sarat dengan unsur spekulatif namun transaksi saham tidak sama dengan
gambling (judi). Spekulasi yang terjadi di bursa efek di dasarkan pada data dan
fakta atau semua keterangan tentang perudahaan, dan juga bergantung pada base
fundamental dan teknikal. Investor di sini juga dapat menentukan harga jual
yang diinginkan, sedangkan gambling tidak tidak ada keterangan dan informasi
yang jelas, dan nilainya akan hilang apa bila merugi. Transaksi saham tidak
demikian halnya. Sepanjang perusahaan tersebut masih punya nilai, kalau
bangkrut maka perusahaan tersebut masih memperoleh penjualan aktiva.
Di samping unsur spekulasi, sebenarnya
masih ada unsur-unsur lainnya yang membuat transaksi saham di pasar modal
menjadi prokontra hukumnya.
Ada beberapa aspek yang diperhatikan dalam bursa efek
sebelum membahas hukum bursa menurut Islam. Ada tiga aspek yaitu instrumen yang
diperdagangkan, mekanisme transaksi dan pelaku pasar.
1)
Instrumen yang diperdagangkan adalah efek dan obligasi.
Dalam bahasa Inggris, Efek disebut security,
yaitu surat berharga yang bernilai serta dapat diperdagangkan. Efek dapat
dikategorikan sebagai hutang dan ekuitas sebagaimana obligasi dan saham. Efek
terdiri dari surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi,
unit penyertaan kontrak investasi kolektif (seperti reksadana, kontrak
berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek). Sedangkan perusahaan
ataupun lembaga yang mengeluarkan efek disebut Penerbit Efek. Kualifikasi dari
suatu efek berbeda-beda tergantung dengan aturan di tiap Negara. Efek dapat
berupa sertifikat atau berupa pencatatan elektronik yang bersifat:
a) Sertifikat atas unjuk, di mana
pemilik yang berhak atas efek tersebut adalah pemegang efek.
b) Sertifikat atas nama, pemilik efek
adalah pihak yang namanya tercantum pada daftar yang dipegang oleh penerbit
atau biro pencatatan efek.
Semua bentuk efek dan obligasi yang
diperjual belikan dalam pasar modal tidak terlepas dari dua hal, yaitu riba dan
sekuritas yang tidak ditopang dengan uang kertas atau fiat money dengan
standar dan perak. Dengan begitu, nilai efek dan obligasi yang diperdagangkan
pasti akan mengalami fluktuasi.
Dari aspek ini, efek dan obligasi
hukumnya jelas haram dikarenakan faktor riba dan sekuritas yang haram. Dalil
pengharaman efek adalah dalil pengharaman riba, sebagaimana yang dinyatakan
dalam al-Quran: “Allah telah menghalalkan
jual-beli, dan mengharamkan riba.” (Q. S. al-Baqarah [02]:275).
2)
Mekanisme transaksi yang digunakan di bursa dan pasar modal
adalah jual-beli saham, obligasi dan komoditi tanpa adanya syarat serah-terima
komoditi yang bersangkutan. Bahkan bisa diperjual belikan berkali-kali, tanpa
harus mengalihkan komoditi tersebut dari tangan pemilik yang asli. Sepanjang
wacana ini sistem yang digunakan adalah sistem yang batil dan menimbulkan
masalah, dimana naik dan turunnya transaksi terjadi tanpa proses serah terima.
Dalam masalah ini bahkan tanpa adanya komiditi yang bersangkutan. Bisa
disimpulkan munculnya spekulasi dan goncangan pasar disebabkan jalur transaksi
ini. Dalam kacamata Islam mekanisme seperti ini jelas melanggar ketentuan
syariah, bertolak dari ketiadaan serah-terima, dan kepemilikan barang
sebelum transaksi jual beli.
Keharusan nyatanya serah terima
dalam Islam disampaikan langsung oleh Muhammad Saw. ketika Hakim bin Hazzam
bertanya kepada beliau: “Ya Rasulullah, saya membeli beberapa barang. Mana yang
halal dan haram bagi saya? Beliau pun menjawab: "Jika kamu membeli barang,
maka janganlah kamu menjualnya sampai kamu melakukan serah terima.” (H. R.
Ahmad dari Hakim bin Hazzam). Dalam Sabda lain Nabi Muhammad Saw. Juga
menyatakan: “Fala tabi’hu hatta
taqbidhahu” Perkataan ini menunjukkan bahwa sebelum terjadinya serah terima,
maka transaksi jual-beli belum dianggap sah. Jika belum sah, berarti status
kepemilikan barang yang dijual belikan juga belum sah. Konklusinya, jika barang
tersebut dijual lagi berarti sama dengan menjual barang yang belum menjadi hak
milik. Dalam konteks ini, terdapat hadis lain yang menyatakan: “Ya Rasulullah,
ada seseorang meminta saya menjual sesuatu yang bukan menjadi milik saya,
apakah boleh saya menjualnya kepada orang itu? Beliau menjawab: "Kamu
tidak boleh menjual sesuatu yang bukan milikmu.” (H. R. Baihaqi dari Hakim bin
Hazzam).
3)
Pelaku pasar. Pelaku pasar dalam dunia pasar modal bisa
dipilah menjadi dua yaitu asing dan domestik. Hukum pelaku pasar domestik sama
dengan pelaku pasar domestik di pasar lain, selain pasar modal. Meski khusus
untuk pasar modal, statusnya berbeda, karena dua aspek di atas. Adapun untuk
pelaku pasar asing, maka hukumnya bisa dikembalikan pada status kewarganegaraan
masing-masing. Hukum masuknya mereka di pasar domestik kembali kepada status
negara mereka. Jika negara mereka adalah negara Kafir Harbi, seperti Amerika,
Inggris dan Israel, maka wajib dilarang masuk, dengan artian hukumnya haram.
Namun, jika negara mereka adalah Kafir Mu’ahad, maka pelaku asing tersebut
diperbolehkan memasuki pasar modal.
Dalam Islam, dua orang atau lebih dibenarkan secara bersama-sama meleburkan hartanya ataupun tenaganya untuk mendirikan suatu badan usaha (perseroan). Dengan syarat salah satu pihak bertindak sebagai pencetus dan pihak lain sebagai penerima sehingga menyebabkan terjadi prosesi ijab kabul. Selain itu, yang menggerakkan dan menjalankan perseroan haruslah manusia. Dalam hal ini adalah para pendiri persero sedangkan untuk pengoperasian perseroan, bisa mempekerjakan dan menggaji orang-orang profesional pada manajemen puncak perusahaan dan karyawan biasa pada level bawah.
Dalam Islam, dua orang atau lebih dibenarkan secara bersama-sama meleburkan hartanya ataupun tenaganya untuk mendirikan suatu badan usaha (perseroan). Dengan syarat salah satu pihak bertindak sebagai pencetus dan pihak lain sebagai penerima sehingga menyebabkan terjadi prosesi ijab kabul. Selain itu, yang menggerakkan dan menjalankan perseroan haruslah manusia. Dalam hal ini adalah para pendiri persero sedangkan untuk pengoperasian perseroan, bisa mempekerjakan dan menggaji orang-orang profesional pada manajemen puncak perusahaan dan karyawan biasa pada level bawah.
Dalam praktek lapangannya Perseroan
Terbatas (PT) tidak menggunakan konsep seperti wacana di atas. Para
pendiri PT cukup menyetorkan modal kemudian disahkan dengan akte notaris, dan
menjadi badan hukum bila sudah disahkan oleh Menteri Kehakiman. Selanjutnya
kekuatan (suara) antar persero di dalam PT berdasarkan jumlah modal yang mereka
tanamkan (maksudnya komposisi kepemilikan saham mereka masing-masing) sehingga
untuk menentukan pucuk pimpinan dan manajemen perusahaan tergantung pada
kekuatan masing-masing persero.
Dari ketiga aspek di atas bisa disimpulkan, bahwa pasar modal adalah sarana yang digunakan untuk memperjual belikan barang atau jasa yang haram. Atau bisa dikatakan dengan menggunakan mekanisme dan sistem yang diharamkan, dan didominasi oleh para pelaku asing yang nota bene tidak memihak pada kepentingan domestik. Dengan demikian hal ini berkaitan dengan kaidah usul fikih: “Sarana yang bisa mengantarkan pada keharaman, maka hukumnya juga haram.”
Dari ketiga aspek di atas bisa disimpulkan, bahwa pasar modal adalah sarana yang digunakan untuk memperjual belikan barang atau jasa yang haram. Atau bisa dikatakan dengan menggunakan mekanisme dan sistem yang diharamkan, dan didominasi oleh para pelaku asing yang nota bene tidak memihak pada kepentingan domestik. Dengan demikian hal ini berkaitan dengan kaidah usul fikih: “Sarana yang bisa mengantarkan pada keharaman, maka hukumnya juga haram.”
Khalid Abd Al-Rahman Ahmad dalam bukunya Al Tafhir Al
Iqtishadi Fi Al Islam, tidak hanya menilai tentang bursa efek, tetapi lebih
jauh ia menilai perusahaan perseroan (persekutuan antar pemegang saham) itu
sendiri. Menurut pendapatnya perseroan yang modalnya diwujudkan dalam
lembaran-lembaran saham adalah batal dan tidak dibenarkan oleh syariat,
alasannya:
· Perseroan itu tidak lagi didirikan
atas dasar aktifitas anggota pemegang saham (mengolah dan memproduksi) untuk
mengembangkan kekayaan dan sistem perekonomian sebagai yang dikenal Islam.
· Tidak adanya batas waktu berakhirnya
persekutuan pemilik saham, juga bertentangan dengan syariat Islam.
· Terjadinya untung atau rugi tidak
akan mempengaruhi besar kecilnya saham dalam perseroan.
· Dalam perseroan, para komisaris dan
anggota direksi (manajer) selaku pengelola perusahaan selalu memperoleh bagian
laba. Ini haram hukumnya menurut Islam.
Mengenai penerbitan obligasi , pandangan yang senada
dikemukakan oleh majelis fatwa Al Syariah Kuwait. Dalam fatwa dinyatakan bahwa
apabila obligasi itu merupakan instrumen investasi (qiradh), maka menerbitkan
atau memperdagangkannya dibursa efek hukumnya haram secara qath’i. karena hal
tersebut jelas termasuk riba. Tentang saham apabila pemilikan saham itu
dimasukkan sebagai penyertaan dalam persekutuan modal ini tidak mengapa. Tetapi
apabila saham dijadikan sebagai instrument infestasi (qiradh) kemudian
diperdagangkan di bursa, ini sudah termasuk haram.
Berbeda dengan kedua pandangan tersebut pendirian yang
dikemukakan oleh Ali Abd Al Rasul, dosen dan doktor dalam bidang ilmu ekonomi
Universitas Al Ahzar. Menurut pendapatnya bahwa kehadiran bursa saham serta
obligasi adalah seiring dengan perkembangan perbankan, sebagai tuntutan yang
dharuri dalam konteks sistem ekonomi dan politik. Kedua-duanya mubah hukumnya
secara syar’i. Tiga aspek dalam menilai bursa efek yaitu :
1.
Kelembagaan Bursa Efek Dari sisi kelembagaan, bursa efek
adalah merupakan sebuah lembaga baru yang tidak dikenal pada masa Rasulullah
SAW dan bahkan pada masa keemasan pengembangan Fiqh Islam (Masa Imam Mazhab).
Bursa efek adalah merupakan lembaga baru yang belum terumuskan sebelumnya dalam
kitab-kitab fiqh klasik. Oleh karena itu maka dalam rangka untuk menentukan
apakah lembaga bursa efek ini sesuai dengan hukum Islam ataukah tidak, maka
cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengembalikannya kepada koridor Siyasah
Syar’iyah (politik Islam) yaitu asas manfaat dan menolak kerusakan. Hal ini
sesuai dengan Kaidah Fiqhiyah yang menyebutkan bahwa semua inti persoalan
ataupun apa saja, adalah dikembalikan kepada Kaidah Fiqhiyah yang pokok yaitu
Artinya : Menolak kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan. Selain itu, istilah
bursa efek tidak ada satu teks ayat atau hadits pun yang melarang penggunaan
bentuk-bentuk manajemen dan organisasi bursa efek. Tidak ada batasan atas hal
tersebut kecuali batasan manfaat yang hendak dicapai dan kerusakan yang hendak
dihindari. Oleh karena itu maka bursa efek tidak bertentangan dengan Siyasah
Syar’iyah, sebab siyasah syar’iyah adalah suatu perbuatan dalam rangka lebih
dekat pada kemaslahatan dan lebih jauh dari kerusakan walaupun tidak ditetapkan
oleh Rasulullah SAW dan tidak diturunkan wahyu dalam hal itu
2.
Hakekat Surat-Surat Berharga Dari sisi surat-surat berharga
adalah dokumen untuk menetapkan adanya hak kepemilikan dalam suatu proyek atau
hutang atas hal itu. Transkasi dalam surat berharga tersebut bukan atas kertas
itu sendiri melainkan atas hak-hak yang direpresentasikan oleh kertas-kertas
tersebut. Surat berharga berdasarkan hal-hal yang direpresentasikan adakalanya
berupa saham dan adakalanya berupa bonds (surat pengakuan hutang/obligasi).
Masing-masing jenis surat berharga tersebut mempunyai pembagian yang
bermacam-macam sesuai dengan sifat hak dan kewajiban yang dikandung oleh
surat-surat tersebut. Dari sisi surat-surat berharga ini juga hampir sama
dengan pembahasan tentang sisi kelembagaan tersebut di atas. Dari sisi ini juga
tidak ada satu teks ayat atau hadits pun yang melarang tentang surat-surat
berharga. Penulis beranggapan bahwa surat-surat berharga ini hanyalah sebagai
pengganti dari nilai mata uang atau kepemilikan harta yang telah dituangkan
dalam bentuk surat-surat berharga, sehingga dengan demikian maka hal ini
hanyalah merupakan sesuatu yang sah-sah saja dan boleh-boleh saja dilakukan
dalam bermuamalah dengan orang lain.
3.
Transaksi Saham perusahaan yang beroperasi dalam hal-hal
yang halal dan baik, modalnya bersih dari riba dan penyucian harta kotor serta
tidak memberikan salah satu pemegang sahamnya keistimewaan materi atas pemegang
saham lainnya. Saham perusahaan yang seperti ini adalah boleh secara syar’i,
bahkan sangat dianjurkan dan disenangi (sunnah), karena adanya manfaat yang
diraih dan kerusakan yang bisa dihindari dengan saham tersebut. Perdagangan
(jual-beli) saham-saham perusahaan tersebut, aktifitas mediator, publikasi
saham dan pendaftarannya serta ikut memperoleh bagian dari keuntungannya, semua
itu diperbolehkan. Apalagi semua aktifitas dan dana yang ditanamkan di sana
adalah bersumber dari yang halal. Hukum transaksi Saham atau Surat-Surat
Berharga sangat tergantung pada asal usul modal dan bergerak dalam bidang apa
perusahaan tersebut. Apabila modalnya dari yang halal dan bergerak pada usaha
yang halal, maka hukumnya halal. Apabila sebaliknya modal dan usahanya yang
haram, maka hukumnya adalah haram.
Seandainya tiga aspek perdagangan di bursa terhindar dari
transaksi yang menghasilkan riba, atau ketidakjelasan pihak transaksi serta
halalnya instrumen yang digunakan, maka Islam akan ada dan selalu mendukung
dikarenakan adanya kemaslahatan. Sebagaimana bursa saham islami yang
dirintis oleh beberapa negara Islam, dengan merangkak memulai dari nol mencoba
untuk menghindari kemudaratan, riba serta ketidakjelasan. Kemampuan fikih Islam
dalam menyelesaikan permasalahan kontemporer yang terjadi di tengah-tengah
manusia menjadi bukti bahwa Islam adalah agama yang relevan di setiap tempat
dan zaman. Semoga cita-cita agar Islam eksis secara syamil akan terwujud dengan
tetap menjadikan Al-Quran dan As-Sunnah kembali menjadi pedoman hidup individu,
keluarga, masyarakat dan negara.
Berkenaan dengan saham, ada beberapa pendapat para pakar
ekonomi dan pembangunan, pengamat ekonomi, fuqaha, pendapat fuqaha moderat
antara lain:
1. Dr. H. Ali Akbar
beliau mengemukakan bahwa sesungguhnya saham itu ada unsur
judi, spekulasi, dan kehendak orang untuk cepat kaya. Dalam perdagangan saham
ini akhirnya hanya menguntungkan satu pihak saja yaitu pihak perusahaan.
(Editor, 25 November 1989).
2. KH. Ali Yafie
beliau berpendapat bahwa bursa saham itu HARAM mengandung
spekulasi tinggi dan mirip dengan judi. (Panjimas, 1-10 Januari 1990).
3. H. Munawir Sadzali
beliau mengemukakan bahwa dalam bursa saham tidak terdapat
unsur judi. Unsur spekulasi yang ada dalam saham sama dengan spekulasi yang ada
dalam perdagangan lainnya.
4. Abdurrahman Isa
beliau mengemukakan bahwa jual beli saham itu hukumnya MUBAH
sekalipun saham-saham perusahaan perbankan, sebab umat Islam sekarang ini dalam
kondisi darurat.
5. Drs. Masjfuk Zuhdi
jual beli saham di bursa dibolehkan oleh Islam baik
transaksinya dilakukan di bursa valuta asing maupun di tempat lain, karena
transaksinya telah memenuhi syarat dan rukun jual beli menurut Islam, antara
lain yag terpenting adalah sebagai berikut:
a. Ada Ijab-Qabul yang ditandai dengan cash dan carry.
b. Kedua belah pihak mempunyai wewenagn penuh melakukan
tindakan-tindakan hukum (dewasa dan sehat pikirannya).
c. Valuta asing dan saham memenuhi syarat untuk menjadi
obyek transaksi jual beli, yaitu:
- suci barangnya, bukan najis
- dapat dimanfaatkan
- dijual oleh pemiliknya/kuasa atas izin pemilik
- barangnya dapat diserahterimakan secara nyata
- dapat diketahui barangnya secara nyata.
- Barangnya sudah berada di tangan pemiliknya, jika
barangnya diperoleh dengan imbalan.
Ada beberapa fuqaha kontemporer yang membolehkan jual beli
saham. Muhammad Syaltut dalam bukunya al Fatawa menyatakan bahwa jual beli
saham dalam Islam dibolehkan sebagai aqad mudharabah yang ikut menanggung
untung dan rugi (profit and loss sharing). Sementara itu, Yusuf Qardawy
menjelaskan bahwa menerbitkan saham, memiliki, dan memperjual belikan serta
melakukan kegiatan bisnis saham adalah halal dan tidak dilarang oleh Islam
selama perusahaan yang didukung oleh dana dari saham itu tidak
KH. Peunoh Dali (Ketua Majlis Tarjih Muhammadiyah Pusat)
berpendapat bahwa Bursa efek memiliki unsur positif dan negatif. Negatifnya
disana ada unsur spekulasi yang bisa disamakan dengan praktik ijon, dan
termasuk gharar. Positifnya, bursa saham merupakan upaya mobilisasi dana
masyarakat guna mendukung usaha-usaha besar yang pada dasarnya juga untuk
kepentingan masyarakat luas. Oleh karena itu beliau menghukumi makruh.
Sedangkan keputusan Mu’tamar NU 1989 menyatakan bahwa bursa efek termasuk dalam
kategari gharar, tetapi tidak secara tegas dinyatakan haram.
Ibnu Qudamah dalam al Mughni Juz 5/173 terbitan Beirut
mengatakan :
“Jika salah seorang dari dua orang berserikat membeli porsi
mitra serikatnya, hukumnya boleh karena ia membeli milik pihak lain.”
Wahbah Zuhaili dalam al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu Juz
3/1841, beliau berpendapat:
“Bermuamalah dengan (melakukan kegiatan transaksi atas)
saham hukumnya boleh, karena pemilik saham adalah mitra dalam perseroan sesuai
dengan saham yang dimilikinya.”
Pendapat para ulama yang menyatakan kebolehan jual beli
saham pada perusahaan-perusahaan yang memiliki bisnis yang mubah juga
dikemukakan oleh Dr. Muhammad Abdul Ghafar al Syarif (al Syarif, Buhuts
Fiqhiyyah Mu’ashirah , Beirut: Dar Ibnu Hazm, 1999, Hlm78-79). Dr. Muhammad
Yusuf Musa (al Islam wa Muskilatuna al al hadhirah), Muhammad Rawas Qal’ahji,
Umar bin Abdul Aziz Matrak, dll
Sedangkan keputusan Muktamar ke-7 Majma’ Fiqh Islami tahun
1992 di Jeddah berpendapat:
“Boleh menjual atau menjaminkan saham dengan tetap
memperhatikan peraturan yang berlaku pada perseroan”.
Pandangan Islam / Ulama tentang Bursa Efek
Khalid Abd Al-Rahman Ahmad dalam
bukunya Al Tafhir Al Iqtishadi Fi Al Islam, tidak hanya menilai tentang bursa
efek, tetapi lebih jauh ia menilai perusahaan perseroan (persekutuan antar
pemegang saham) itu sendiri. Menurut pendapatnya perseroan yang modalnya
diwujudkan dalam lembaran-lembaran saham adalah batal dan tidak dibenarkan oleh
syariat, alasannya:
• Perseroan itu tidak lagi didirikan atas dasar
aktifitas anggota pemegang saham (mengolah dan memproduksi) untuk mengembangkan
kekayaan dan sistem perekonomian sebagai yang dikenal Islam.
• Tidak adanya batas waktu berakhirnya persekutuan
pemilik saham, juga bertentangan dengan syariat Islam.
• Terjadinya untung atau rugi tidak akan mempengaruhi
besar kecilnya saham dalam perseroan.
• Dalam perseroan, para komisaris dan anggota direksi
(manajer) selaku pengelola perusahaan selalu memperoleh bagian laba. Ini haram
hukumnya menurut Islam.
Mengenai penerbitan obligasi , pandangan yang senada dikemukakan oleh majelis fatwa Al Syariah Kuwait. Dalam fatwa dinyatakan bahwa apabila obligasi itu merupakan instrumen investasi (qiradh) , meka menerbitkan atau memperdagangkannya dibursa efek hukumnya haram secara qath’i. karena hal tersebut jelas termasuk riba. Tentang saham apabila pemilikan saham itu dimasukkan sebagai penyertaan dalam persekutuan modal ini tidak mengapa. Tetapi apabila saham dijadikan sebagai instrument infestasi (qiradh) kemudian diperdagangkan di bursa, ini sudah termasuk haram. Berbeda dengan kedua pandangan tersebut pendirian yang dikemukakan oleh Ali Abd Al Rasul, dosen dan doktor dalam bidang ilmu ekonomi Universitas Al Ahzar. Menurut pendapatnya bahwa kehadiran bursa saham serta obligasi adalah seiring dengan perkembangan perbankan, sebagai tuntutan yang dharuri dalam konteks sistem ekonomi dan politik. Kedua-duanya mubah hukumnya secara syar’i. Pandangan Hukum Islam Untuk mengetahui apakah Bursa Efek dibenarkan dalam pandangan hukum Islam ataukah tidak, maka masalah ini akan penulis bahas dari tiga segi, pertama adalah dari sisi kelembagaan, kedua adalah dari sisi hakekat surat-surat berharga itu sendiri, ketiga dari segi transaksi.
Mengenai penerbitan obligasi , pandangan yang senada dikemukakan oleh majelis fatwa Al Syariah Kuwait. Dalam fatwa dinyatakan bahwa apabila obligasi itu merupakan instrumen investasi (qiradh) , meka menerbitkan atau memperdagangkannya dibursa efek hukumnya haram secara qath’i. karena hal tersebut jelas termasuk riba. Tentang saham apabila pemilikan saham itu dimasukkan sebagai penyertaan dalam persekutuan modal ini tidak mengapa. Tetapi apabila saham dijadikan sebagai instrument infestasi (qiradh) kemudian diperdagangkan di bursa, ini sudah termasuk haram. Berbeda dengan kedua pandangan tersebut pendirian yang dikemukakan oleh Ali Abd Al Rasul, dosen dan doktor dalam bidang ilmu ekonomi Universitas Al Ahzar. Menurut pendapatnya bahwa kehadiran bursa saham serta obligasi adalah seiring dengan perkembangan perbankan, sebagai tuntutan yang dharuri dalam konteks sistem ekonomi dan politik. Kedua-duanya mubah hukumnya secara syar’i. Pandangan Hukum Islam Untuk mengetahui apakah Bursa Efek dibenarkan dalam pandangan hukum Islam ataukah tidak, maka masalah ini akan penulis bahas dari tiga segi, pertama adalah dari sisi kelembagaan, kedua adalah dari sisi hakekat surat-surat berharga itu sendiri, ketiga dari segi transaksi.
1. Kelembagaan Bursa Efek Dari sisi kelembagaan, bursa
efek adalah merupakan sebuah lembaga baru yang tidak dikenal pada masa
Rasulullah SAW dan bahkan pada masa keemasan pengembangan Fiqh Islam (Masa Imam
Mazhab). Bursa efek adalah merupakan lembaga baru yang belum terumuskan
sebelumnya dalam kitab-kitab fiqh klasik. Oleh karena itu maka dalam rangka untuk
menentukan apakah lembaga bursa efek ini sesuai dengan hukum Islam ataukah
tidak, maka cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengembalikannya kepada
koridor Siyasah Syar’iyah (politik Islam) yaitu asas manfaat dan menolak
kerusakan. Hal ini sesuai dengan Kaidah Fiqhiyah yang menyebutkan bahwa semua
inti persoalan ataupun apa saja, adalah dikembalikan kepada Kaidah Fiqhiyah
yang pokok yaitu Artinya : Menolak kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan.
Selain itu, istilah bursa efek tidak ada satu teks ayat atau hadits pun yang
melarang penggunaan bentuk-bentuk manajemen dan organisasi bursa efek. Tidak
ada batasan atas hal tersebut kecuali batasan manfaat yang hendak dicapai dan
kerusakan yang hendak dihindari. Oleh karena itu maka bursa efek tidak bertentangan
dengan Siyasah Syar’iyah, sebab siyasah syar’iyah adalah suatu perbuatan dalam
rangka lebih dekat pada kemaslahatan dan lebih jauh dari kerusakan walaupun
tidak ditetapkan oleh Rasulullah SAW dan tidak diturunkan wahyu dalam hal itu
2. Hakekat Surat-Surat Berharga Dari sisi surat-surat
berharga adalah dokumen untuk menetapkan adanya hak kepemilikan dalam suatu
proyek atau hutang atas hal itu. Transkasi dalam surat berharga tersebut bukan
atas kertas itu sendiri melainkan atas hak-hak yang direpresentasikan oleh
kertas-kertas tersebut. Surat berharga berdasarkan hal-hal yang
direpresentasikan adakalanya berupa saham dan adakalanya berupa bonds (surat
pengakuan hutang/obligasi). Masing-masing jenis surat berharga tersebut
mempunyai pembagian yang bermacam-macam sesuai dengan sifat hak dan kewajiban
yang dikandung oleh surat-surat tersebut. Dari sisi surat-surat berharga ini
juga hampir sama dengan pembahasan tentang sisi kelembagaan tersebut di atas.
Dari sisi ini juga tidak ada satu teks ayat atau hadits pun yang melarang
tentang surat-surat berharga. Penulis beranggapan bahwa surat-surat berharga
ini hanyalah sebagai pengganti dari nilai mata uang atau kepemilikan harta yang
telah dituangkan dalam bentuk surat-surat berharga, sehingga dengan demikian maka
hal ini hanyalah merupakan sesuatu yang sah-sah saja dan boleh-boleh saja
dilakukan dalam bermuamalah dengan orang lain.
3. Transaksi Saham perusahaan yang beroperasi dalam
hal-hal yang halal dan baik, modalnya bersih dari riba dan penyucian harta
kotor serta tidak memberikan salah satu pemegang sahamnya keistimewaan materi
atas pemegang saham lainnya. Saham perusahaan yang seperti ini adalah boleh
secara syar’i, bahkan sangat dianjurkan dan disenangi (sunnah), karena adanya
manfaat yang diraih dan kerusakan yang bisa dihindari dengan saham tersebut.
Perdagangan (jual-beli) saham-saham perusahaan tersebut, aktifitas mediator,
publikasi saham dan pendaftarannya serta ikut memperoleh bagian dari
keuntungannya, semua itu diperbolehkan. Apalagi semua aktifitas dan dana yang
ditanamkan di sana adalah bersumber dari yang halal. Hukum transaksi Saham atau
Surat-Surat Berharga sangat tergantung pada asal usul modal dan bergerak dalam
bidang apa perusahaan tersebut. Apabila modalnya dari yang halal dan bergerak
pada usaha yang halal, maka hukumnya halal. Apabila sebaliknya modal dan
usahanya yang haram, maka hukumnya adalah haram.